Kamis, 15 September 2016

PERAN PERAWAT DALAM PATIENT SAFETY

BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
               Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
               Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
               Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
               Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
               Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
               Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
               Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.
               Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada.
1.2         Rumusan Masalah
1.2.1        Pengertian Patient Safety
1.2.2        Tujuan Patient Safety
1.2.3        Pencegahan dan penurunan kejadian yang tidak diharapkan dari kesalahan medis (Medical Error) di Rumah Sakit
1.2.4        Peningkatan keselamatan pasien dan menciptakan budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
1.2.5        Pelaksanaan program-program pencegahan
1.2.6        Aspek Hukum terhadap Patient Safety
1.3         Tujuan
1.3.1        Untuk memahami Pengertian Patient Safety
1.3.2        Untuk memahami Tujuan Patient Safety
1.3.3        Untuk memahami Pencegahan dan penurunan kejadian yang tidak diharapkan dari kesalahan medis (Medical Error) di Rumah Sakit
1.3.4        Untuk memahami Peningkatan keselamatan pasien dan menciptakan budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
1.3.5        Untuk memahami Pelaksanaan program-program pencegahan
1.3.6        Untuk memahami Aspek Hukum terhadap Patient Safety




BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1    Pengertian Patient Safety
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
2.2    Tujuan Patient Safety
Tujuan “Patient safety” adalah
1.         Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2.         Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;
3.         Menurunnya KTD di RS
4.         Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.
2.3    Pencegahan dan Penurunan Kejadian yang Tidak Diharapkan dari Kesalahan Medis (Medical Error) di Rumah Sakit
                 Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi “Life-Saving” Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
1.      Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
2.      Pastikan identifikasi pasien.
           Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dan sebagainya.
Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini, standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan, dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini, serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3.      Komunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien.
           Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis, memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima, dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
4.      Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
           Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan, pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur, dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur ’Time out” sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
5.      Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
           Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah, dan pencegahan atas campur aduk atau bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
6.      Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
           Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi atau pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dana tau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi, dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
7.      Hindari Salah kateter dan salah sambung slang (tube).
           Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail atau rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan ketika menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar).
8.      Gunakan alat injeksi sekali pakai.
           Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan, pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah, dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
9.      Tingkatkan kebersihan tangan (Hand hygiene) untuk pencegahan lnfeksi nosokomial.
           Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja, dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan atau observasi dan tehnik-tehnik yang lain.
3.3.1.      Elemen-Elemen Untuk Mencegah Medical Errors
1.      Mengubah budaya organisasi ke arah budaya yang berorientasi kepada keselamatan pasien. Perubahan ini terutama ditujukan kepada seluruh sistem sumber daya manusia dari sejak perekrutan (kredensial), supervisi dan disiplin. Rasa malu dalam melaporkan suatu kesalahan dan kebiasaan menghukum “pelakunya” harus dikikis habis agar staf rumah sakit dengan sukarela melaporkan kesalahan kepada manajemen dan atau komite medis, sehingga pada akhirnya dapat diambil langkah-langkah pencegahan kejadian serupa di kemudian hari.
2.      Melibatkan pimpinan kunci di dalam program keselamatan pasien, dalam hal ini manajemen dan komite medik. Komitmen pimpinan dibutuhkan dalam menjalankan program-program manajemen risiko, termasuk ronde rutin bersama ke unit-unit klinik.
3.      Mendidik para profesional di rumah sakit di bidang pemahamannya tentang keselamatan pasien dan bagaimana mengidentifikasi errors, serta upaya-upaya meningkatkan keselamatan pasien.
4.      Mendirikan Komisi Keselamatan Pasien di rumah sakit yang beranggotakan staf interdisiplin dan bertugas mengevaluasi laporan-laporan yang masuk, mengidentifikasi petunjuk adanya kesalahan, mengidentifikasi dan mengembangkan langkah koreksinya.
5.      Mengembangkan dan mengadopsi Protokol dan Prosedur yang aman.
6.      Memantau dengan hati-hati penggunaan alat-alat medis agar tidak menimbulkan kesalahan baru.
3.3.2.      Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit
1.         Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2.         Pimpin dan dukung staf
3.          Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4.          Kembangkan sistem pelaporan
5.          Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6.          Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7.         Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Pendekatan Penanganan KTD atau Error menurut James Reason dalam Human error management : models and management dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau KTD.
1.      Pendekatan personal.
Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan (dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll). Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian, motivasi yang buruk, tidak hati-hati, dan sembrono. Sehingga bila terjadi suatu KTD akan dicari siapa yang berbuat salah.
2.      Pendekatan sistem
Pemikiran dasar dari pendekatan ini yaitu bahwa manusia dapat berbuat salah dan karenanya dapat terjadi kesalahan. Disini kesalahan dianggap lebih sebagai konsekwensi daripada sebagai penyebab. Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa kita tidak akan dapat mengubah sifat alamiah manusia ini, tetapi kita harus mengubah kondisi dimana manusia itu bekerja.
Pemikiran utama dari pendekatan ini adalah pada pertahanan sistem yang digambarkan sebagai model keju Swiss. Dimana berbagai pengembangan pada kebijakan, prosedur, profesionalisme, tim, individu, lingkungan dan peralatan akan mencegah atau meminimalkan terjadinya KTD.
3.3.3.      Penyebab Utama Terjadinya Errors
1.      Communication problems
2.      Inadequate information flow
3.      Human problems
4.      Patient-related issues
5.      Organizational transfer of knowledge
6.      Staffing patterns/work flow
7.      Technical failures
8.      Inadequate policies and procedures (AHRQ Publication No. 04-RG005, December 2003) Agency for Healthcare Research and Quality
2.4         Peningkatan Keselamatan Pasien dan Menciptakan Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini :
1.     Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
2.     Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
3.     Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga. Koordinator patient safetydan manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.
4.     Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
5.     Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
6.     Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
7.     Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?
8.     Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.
2.5         Pelaksanaan Program-Program Pencegahan
Melakasanakan program – program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD (Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, DepKes RI, 2006) Pengorganisasian Sistem Keselamatan Pasien RS Terkait dengan manajemen mutu dan manajemen risiko RS, Asuhan pasien atau patient care, patient safety ada ditangan “Padat Profesi” di berbagai unit “point of care” dengan ujung tombak: Dokter dan Perawat. Pelayanan keselamatan pasien dapat menjadi “unggulan”. (Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, DepKes RI, 2006) Jadi, berdasarkan pembahasan diatas maka untuk peningkatan mutu pelayanan terhadap patient safety perlu dibuat suatu standar patient safety, menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan dalam memberikan tindakan keperawatan, penanganan pasien cidera, dan kesalahan dalam pemberian obat. Serta dapat mendeteksi segera akan terjadinya kesalahan-kesalahan yang mengakibatkan terjadinya mal praktek. Di rumah Sakit P merencanakan penanganan patient safety mulai tahun 2009 s/d 2010 dan jika target keselamatan pasien berhasil maka kegiatan ini akan berjalan secara berkesinambungan. Adapun rencana kegiatan pengembangan layanan patient safety : melakukan kajian yang diperlukan meliputi kualifikasi tenaga yang diperlukan (Sarjana Keperawatan, dan D3 Keperawatan), membentuk tim dalam pembuatan proposal ini, Mengusulkan kepada pemerintah daerah untuk peningkatan Sumber Daya Manusia melalui program pendidikan berkelanjutan 1 orang Sarjana Keperawatan (tugas belajar), 2 orang pendidikan berkelanjutan bagi tenaga SPK kependidikan D3 Keperawatan (tugas belajar), Pengembangan SDM melalui pelatihan keperawatan patient safety untuk mendapatkan sertifikasi untuk 25 orang perawat dua kali periode, Merumuskan Standar Asuhan Keperawatan patient safety diantaranya penyusunan Standar Asuhan Keperawatan (SAK), penyusunan Standard Operating Prosedure (SOP), sosialisasi serta revisi dan penggunaan SAK dan SOP. 47
2.6         Aspek Hukum Terhadap Patient Safety
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
1.    Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a.    Pasal 53 (3) UU No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
b.    Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
c.    Pasal 58 UU No.36/2009
1)        “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya.”
2)        “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”
2.    Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a.        Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
b.        Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
c.         Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”
3.    Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit “Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.
4.    Hak Pasien
a.    Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
b.    Pasal 32e UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c.    Pasal 32j UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d.    Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”
5.    Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
a.    Pasal 43 UU No.44/2009
1)   RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
2)   RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
3)   Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi:
a.       Assessment risiko
b.      Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c.       Pelaporan dan analisis insiden
d.      Kemampuan belajar dari insiden
e.       Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko




BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
1.         Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama dalam pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman.
2.         Indonesia salah satu negara yang menerapkan keselamatan pasien sejak tahun 2005 dengan didirikannya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) oleh Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Dalam perkembangannya Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Departemen Kesehatan menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam instrumen Standar Akreditasi Rumah Sakit.
3.         Peraturan perundang-undangan memberikan jaminan kepastian perlindungan hukum terhadap semua komponen yang terlibat dalam keselamatan pasien, yaitu pasien itu sendiri, sumber daya manusia di rumah sakit, dan masyarakat. Ketentuan mengenai keselamatan pasien dalam peraturan perundang-undangan memberikan kejelasan atas tanggung jawab hukum bagi semua komponen tersebut.
3.2         Saran
1.       Agar pemerintah lebih memperhatikan dan meningkatkan upaya keselamatan pasien dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan agar lebih bermutu dan aman dengan mengeluarkan dan memperbaiki aturan mengenai keselamatan pasien yang mengacu pada perkembangan keselamatan pasien (patient safety) internasional yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia.
2.       Agar setiap rumah sakit menerapkan sistem keselamatan pasien dalam rangka meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan aman serta menjalankan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan untuk itu.
3.       Agar seluruh komponen sarana pelayanan kesehatan bekerja sama dalam upaya mewujudkan patient safety karena upaya keselamatan pasien hanya bisa bisa dicapai dengan baik dengan kerjasama semua pihak.



DAFTAR PUSTAKA
Balsamo RR and Brown MD. Risk Management. Dalam: Sanbar SS, Gibofsky A, Firestone MH, LeBlang TR, editor. Legal Medicine. Edisi ke-4. St Louis: Mosby; 1998.
Cahyono JBS. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktek kedokteran. Jakarta: Kanisius; 2008.
Departemen Kesehatan RI. Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety). Edisi ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.
Firmanda D. Keselamatan pasien (patient safety) di rumah sakit. [document on the internet]. Jakarta: RSUP Fatmawati; 2008 (diunduh 21 Desember 2010). Tersedia dari: http://www.scribd.com/doc/Dody-Firmanda-2008-Keselamatan-Pasien-Patient-Safety
Frankel A, Gandhi TK, Bates DW. Improving patient safety across a large integrated health care delivery system. International Journal for Quality in Health care. 2003; 15 suppl. I: i31 – i40.
 Ghandi TK, Lee TH. Patient safety beyond the hospital. N Engl J Med. 2010; 363 (11): 1001-3.
Vincent C. Patient safety. Philadelphia: Elsevier; 2006.
Wachter RM, Shanahan J, Edmanson K, editor. Understanding patient safety. New York: McGraw-Hill Companies; 2008.
Weeks WB, Bagian JP. Making the business case for patient safety. Joint Commission on Quality and Safety. 2003; 29.
Wikipedia. Patient safety. [document on the internet]. Wikimedia Foundation: 2008 (diunduh 21 Desember 2010).Tersedia dari: http:// en.wikipedia.org/wiki/ patient_safety
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.
Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture of  medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia
Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005
Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.
Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of  National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15 November 2006.
Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proceedings of  PAMJAKI meeting “Kecurangan (Fraud) dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan” Hotel Bumi Karsa, Jakarta 13 December 2007.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar