BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Obat-obat
yang berkerja pada sistem saraf pusat (SSP) merupakan salah satu obat yang
pertama ditemukan manusia primitif dan masih digunakan secara luas sebagai zat
farmakologi sampai sekarang. Disamping penggunaannya dalam terapi, obat-obat
SSP dipakai walaupun tanpa resep untuk meningkatkan kesejahteraan seseorang.
Cara
kerja berbagai obat pada SSP tidak selalu dapat dijelaskan. Walaupun
demikian,dalam 30 tahun terakhir, banyak kemajuaan yang diperoleh dalam bidang
metodologi farmakologi SSP. Saat ini telah dapat diteliti cara kerja suatu obat
pada sel-sel tertentu atau bahkan pada kanal ion tunggal didalam sinaps.
Informasi yang diperoleh dalam studi studi semacam ini merupakan dasar dari
sejumlah perkembangan yang utama dalam penelitian SSP.
Pertama,
telah jelas bahwa hampir semua obat SSP, bekerja pada reseptor khusus yang
mengatur transmisi sinaps. Sejumlah kecil obat seperti anastesi umum dan alkhol
dapat bekerja secara non spesifik pada membran (meskipun perkecualian ini tidak
sepenuhnya diterima), tetapi bahkan kerja yang tidak diperantarai oleh reseptor
inipun akan menghasilkan perubahan dalam transmisi sinaps yang dapat
dibuktikan.
Kedua,
obat-obatan merupakan salah satu alat terpenting untuk mempelajari seluruh
aspek fisiologi SSP, mulai dari terjadinya bangkitan sampai penyimpanan memori
jangka panjang.
Ketiga,
penguraian kerja obat-obat yang efikasi klinisnya diketahui telah menghasilkan
beberapa hipotesis yang sangat berguna berkaitan dengan berbagai mekanisme
penyakit. Misalnya, informasi tentang kerja obat antipsikotik pada reseptor
dopamin memberikan dasar hipotesis yang penting mengenai patofisiologi
skizoprenia.
1.2.Rumusan Masalah
1) Apa
pengertian sedatif dan hipnotik?
2) Apa
saja obat – obat yang termasuk golongan sedatif dan hipnotik?
3) Bagaimana
mekanisme kerja, farmakokinetik, dan farmakodinamik obat sedatif dan hipnotik?
1.3.Tujuan
Tujuan dari pembuatan
makalah ini antara lain :
1) Untuk
memahami pengertian sedatif dan hipnotik.
2) Untuk
mengetahui obat – obat yang termasuk golongan sedatif dan hipnotik.
3) Untuk mengetahui mekanisme kerja, farmakokinetik, dan farmakodinamik
obat sedatif dan hipnotik.
4) Untuk menambah pengetahuan penulis.
5) Untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi II.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan syaraf
pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya
kesadaran, keadaan anestesia, koma dan mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan
respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis.
Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang
tidak termasuk obat golongan depresab SSP. Walaupun obat tersebut memperkuat
penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan efek yang lebih
spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil daripada dosis yang dibutuhkan untuk
mendepresi SSP secara umum.
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan
benzodiazepin diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi,
antiansietas (anticemas), dan sebagai penginduksi anestesia.
2.2.Penggolongan Obat Sedatif-Hipnotik
1) Benzodiazepin: alprazopam, klordiazepoksid,
klorazepat, diazepam, flurazepam, lorazepam
2) Barbiturat: amobarbital, pentobarbital, fenobarbital,
sekobarbital, tiopental
3) Lain-lain: Propofol, Ketamin,
Dekstromethorpan
2.3.Benzodiazepin
Pengertian dan Sejarah
Benzodiazepin adalah sekelompok obat golongan psikotropika yang mempunyai efek antiansietas atau dikenal sebagai minor
tranquilizer, dan psikoleptika. Benzodiazepin memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu
anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan
amnesia retrograde.
Benzodiazepin dikembangkan pertama kali pada akhir tahun 1940-an dengan
derivat pertama kali yang dipasarkan adalah klordiazepoksid (semula dinamakan
methaminodiazepokside) pada tahun 1960, kemudian dilakukan biotransformasi
menjadi diazepam (1963), nitrazepam (1965), oksazepam (1966), medazepam (1971),
lorazepam (1972), klorazepat (1973), flurazepam (1974), temazepam (1977),
triazolam dan clobazam (1979), ketazolam (1980), lormetazepam (1981),
flunirazepam, bromazepam, prazepam (1982), dan alprazolam (1983).
Golongan Benzodiazepin menggantikan penggunaan golongan Barbiturat yang
mulai ditinggalkan, Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya
tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman
yang lebar, dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati.Benzodiazepin telah
banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan
menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi.
Penggolongan
Benzodiazepin
Berdasarkan kecepatan
metabolismenya dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu short acting, long
acting, ultra short acting.
1)
Long acting.
Obat-obat ini dirombak
dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi metabolit aktif (sehingga
memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak kembali menjadi oksazepam
yang dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif.
2)
Short acting
Obat-obat ini
dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu kerjanya tidak
diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena tidak
terakumulasi pada penggunaan berulang.
3)
Ultra short acting
Lama kerjanya sangat
kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam. Efek abstinensia lebih
besar terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain sisa metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan
waktu kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangant menentukan lamanya efek
yang terjadi saat penggunaan
Rumus Kimia
Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat hipnotik-sedatif terpenting. Semua struktur yang
ada pada benzodiazepine menunjukkan 1,4-benzodiazepin. Kebanyakan mengandung
gugusan karboksamid dalam dalam struktur cincin heterosiklik beranggota 7.
Substituen pada posisi 7 ini sangat penting dalam aktivitas hipnotik-sedatif.
Mekanisme Kerja
Golongan Benzodiazepin
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA)
sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan
reseptor GABA A melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA A terhadap
neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi
hiperpolarisasi sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel
tidak dapat dieksitasi. BDZs tidak menggantikan GABA, yang mengikat pada alpha
sub-unit, tetapi meningkatkan frekuensi pembukaan saluran yang mengarah ke
peningkatan konduktansi ion klorida dan penghambatan potensial aksi. Hal ini
menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol,
antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Farmakodinamik
Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada
SSP dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot, dan anti konvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan
kerja golongan ini pada jaringan perifer : vasodilatasi koroner (setelah
pemberian dosis terapi golongan benzodiazepine tertentu secara iv), dan blokade
neuromuskular (yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi).
Farmakokinetik
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi
penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Semua
benzodiazepine dalam bentuk nonionic memiliki koefesien distribusi lemak : air
yang tinggi; namun sifat lipofiliknya daoat bervariasi lebih dari 50 kali,
bergantung kepada polaritas dan elektronegativitas berbagai senyawa
benzodiazepine.
Semua benzodiazepin
pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat; obat ini cepat
mengalami dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-diazepam
(nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna. Setelah pemberian per oral,
kadar puncak benzodiazepin plasma dapat dicapai dalam waktu 0,5-8 jam. Kecuali
lorazepam, absorbsi benzodiazepin melalui suntikan IM tidak teratur.
Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada waktu
paruhnya, dan tidak selalu sesuia dengan indikasi yang dipasarkan.
Benzodiazepin yang bermanfaat sebagai antikonvulsi harus memiliki waktu paruh
yang panjang, dan dibutuhkan cepat masuk ke dalam otak agar dapat mengatasi
status epilepsi secara cepat. Benzodiazepin dengan waktu paruh yang pendek
diperlukan sebagai hipnotik, walaupun memiliki kelemahan yaitu peningkatan
penyalahgunaan dan dan berat gejala putus obat setelah
penggunaannya secara kronik. Sebagai ansietas, benzodiazepine harus
memiliki waktu paruh yang panjang, meskipun disertai risiko neuropsikologik
disebabkan akumulasi obat.
NAMA OBAT, CARA
PEMBERIAN & DOSIS BEBERAPA BENZODIAZEPIN
Nama Obat
(Nama Dagang)
|
Cara Pemberian
|
Dosis
|
Alprazolam (XANAX)
|
Oral
|
-
|
Klordiazepoksid (LIBRIUM, DLL)
|
Oral, intramuscular, intravena
|
5,0 – 100,0 ; 1-3x/hari
|
Klonazepam (KLONOPIN)
|
Oral
|
-
|
Korazepat (TRANXENE, dll)
|
Oral
|
3,75 – 20,00 ; 2-4x/hari
|
Diazepam (VALIUM, dll)
|
Oral, intramuscular, intravena, rectal
|
5 – 10 ; 3-4x/hari
|
Estazoyam (PROZOM)
|
Oral
|
1,0 – 2,0
|
Flurazepam (DALMANE)
|
Oral
|
15,0 – 30,0
|
Halazepam (PAXIPAM)
|
Oral
|
-
|
Lorazepam (ATIVAN)
|
Oral, intramuscular, intravena,
|
2,0 – 4,0
|
Midazolam (VERSED)
|
intramuscular, intravena
|
-
|
Oksazepam (SERAX)
|
Oral
|
15,0 – 30,0 ; 3- 4x/hari
|
Quazepam (DORAL)
|
Oral
|
7,5 – 15,0
|
Temazepam (RESTORIL)
|
Oral
|
0,75 – 30,0
|
Triazolam (HALCION)
|
Oral
|
0,125 – 0,25
|
2.4.Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai
hipnotik dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang
spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih
aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama
banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate
(2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara
ureum dengan asam malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai,
mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas
barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik
barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik.
Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu.
Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa
oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan
oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil misalnya
fenobarbital. Fase tidur REM dipersingkat. Barbiturat sedikit menyebabkan
sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar.
Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Pemberian obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20%
ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya)
tidak dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya
adanya rasa nyeri, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah
menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan
adanya depresi pusat penghambatan.
Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus
halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status
epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate
didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein
plasma sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital,
setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini
akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturate
yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme
hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan
kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat.
Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah sampai
jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi
oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit,
usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang
dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.
Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate,
penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak
boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah
kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.
NAMA OBAT, BENTUK
SEDIAAN & DOSIS BEBERAPA OBAT BARBITURAT
Nama Obat
|
Bentuk Sediaan
|
Dosis Dewasa (mg)
|
Amobarbital
|
Kapsul,tablet,injeksi,bubuk
|
30-50; 3x
|
Aprobarbital
|
Eliksir
|
40; 3x
|
Butabarbital
|
Kapsul,tablet,eliksir
|
15-30 ; 3-4x
|
Pentobarbital
|
Kapsul,eliksir,injeksi,supositoria
|
20 ; 3-4x
|
Sekobarbital
|
Kapsul,tablet,injeksi
|
30-50 ; 3-4x
|
Fenobarbital
|
Kapsul,tablet, eliksir,injeksi
|
15-40 ; 3x
|
2.5.Lain - lain
1) Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena
sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak
kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara
struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang digunakan secara intravena
lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan thiopental
4-5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15
detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih
cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain
yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol
memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih
sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri
ini dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang
lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.
Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak
mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek
sedative hipnotik melalui interaksinya denghan reseptor GABA. GABA adalah salah
satu neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi,
penghantar klorida transmembran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di
membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi
propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik
reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA meningkatkan
durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel sehingga terjadi
hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh
cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi
juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan
inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolism asam glukoronat
diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol oleh
sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi
tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik.
Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol
adalah 0,5-1,5 jam.
2) Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative
anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem
limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol dan
etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada dosis
subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D
Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk
reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe
L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan etomide, katamin
memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan local
melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan
mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai
mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin
inilah yang menimbulkan efek analgesia.
Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja singkat,
memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK
ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada
1 menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit setelah injeksi
intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun
secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5
kali dari pada konsentrasi di plasma
.3) Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang paling
sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini memiliki
efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek
analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan efek sedasi atau
gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euphoria sehingga sering
disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah hipertensi
sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot,
kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang
mendapat DMP dan asetaminofen.
4) PARALDEHID
Paraldehid merupakan polimer dari asetaldehid. Secara oral, paraldehid
diabsorbsi cepat dan didistribusi secara meluas; tidur dapat dicapai 10 – 15
menit setelah pemberian dosis hipnotik. Cara pemberiannya oral dan rectal. Nama
dagang Paral untuk pengobatan delirium tremens pada pasien yang dirawat di
rumah sakit; eliminasi lewat metabolisme di hati (75%) dan lewat pernafasan
(25%), gejala toksik meliputi asidosis, hepatitis, dan nefrosis.
5) KLORALHIDRAT
Kloralhidrat merupakan derivat monohidrat dari kloral. Trokloroetanol
terutama dikonjugasi oleh asam glukuronat dan konjugatnya(asam uroklorat) di
ekskresikan sebagian besar lewat urin. Cara pemberiannya oral, rectal. Cepat
diubah jadi trikloroetanol oleh alcohol dehidrogenase di hati. Penggunaan
kronik menyebabkan kerusakan di hati, gejala putus obatnya berat. Efek samping
dan intoksikasi, kloralhidrat mengiritasi kulit dan mukosa membrane. Efek
iritasi ini menimbulkan rasa tidak enak, nyeri epigantrik, mual, dan kadang –
kadang muntah. Efek samping pada SSP meliputi pusing, lesu, ataksia, dan mimpi
buruk. Hang over juga dapat terjadi, keracunan akut obat ini dapat menyebabkan
ikterus. Penghentian mendadak dari penggunaan kronik dpat mengakibatkan
delirium dan bangkitan, yang sering fatal.
6) ETKLORVINOL
Digunakan sebagai hipnotik jangka pendek, untuk mengatasi insomnia. Secara
oral, diabsorbsi cepat (bekerja dalam waktu 15 -30 menit), kadar puncak dalam
darah dicapai dalam 1- 1,5 jam, dan didistribusi secra meluas. Waktu paruh
eliminasi 10 -20 jm. Sekitar 90% obat dirusak di hati. Etklorfvinol dapat
memacu metabolism hati obat – obat seperti antikoagulan oral. Efek samping yang
paling umum adalah aftertaste sperti mint, pusing, mual, mntah, hipotensi, dan
rasa kebal (numbness) di daerah muka. Reaksi idiosinkrasi dpat merupakan
rangsangan ringan hingga sampai kuat, dan hysteria. Reaksi hipersensitifitas
meliputi urikaria. Intoksikasi akut menyerupai barbiturate.
7) MEPROBAMAT
Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagai antiansietas, namun saat ini
juga dipakai sebgai hipnotik sedative, dan digunakan pada pasien insomnia usia
lanjut. Sifat farmakologi obat ini dlam bebrapa hal menyerupai benzodiazepine.
Tidak dpat menimbulkan anestesi umum. Konsumsi obat ini secra tunggal dengan
dosis yang sangat besar dapat menyebabkan depresi nafas yang berat hingga
fatal, hipetensi, syok, dan gagal jamtung. Meprobamat tampaknya memiliki efek
analgesic ringan pada pasien nyeri tulang otot, dan meningkatkan efek obat
analgetik yang lain. Absorbsi peroral baik. Kadar puncak dalam plasma, tercapai
1 - 3 jam. Sedikit terikat protein plasma. Sebagian besar dimetabolisme di
hati, terutama secra hidroksilasi, kinetika eliminasi, dapat bergantung kepada
dosis. Waktu paro miprobamat dapat diperpanjang selama penggunaaan kronis,
sebagian kecil obat diekskreikan lewat urin. Pada dosis sedatif, efek samping
utama ialah ngantuk dan ataksia. Pada dosis yang lebih besar, sangat mengurangi
kemampuan belajar dan koordinasi gerak, dan memperlambat waktu reaksi.
Miprobamat meningkatkan efek depresi depresan SSP lain. Gejala efek samping
lain yang mugkin timbul antara lain : hipotensi, alergi pada kulit, purpura
nontrombositopenik akut, angioedema, dan bronkospasme. Penyalahgunaaan
meprobamat tetap terjadi walaupun penggunaannya secara klinik telah menurun.
Carisoprodol(SOMA), suatu perelaksasi otot yang menghasilkan meprobamat sebagai
metabolit aktifnya, juga banyak disalahgunakan. Gejala putus obat terjadi bila
obat dihentikan secara mendadak setelah pemberian meprobamat jangka lama.
Gejala yang timbul meliputi : ansietas, insomnia, tremor, ganguan saluran
cerna, dan sering kali timbul halusinasi. Bangkitan umum sering terjadi pada
kira – kira 10 % kasus.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Obat-obatan jenis hipnotik-sedatif adalah berbagai macam jenis obat-obatan
yang diproduksi untuk keperluan dunia medis untuk pengobatan.
Obat-obatan jenis hipnotik-sedatif dalam penggunaannya harus dengan
pengawasan dokter karena daya kerjanya obat-obatan jenis tersebut sangatlah
keras dan menimbulkan kematian apabila terdapat penyalahgunaan.
3.2.Saran
Karena daya kerjanya obat-obatan tersebu sangatlah keras, sehingga
penggunaannyapun harus melalui resep dokter dan harus dalam pengawasan dokter.
Obat-obatan yang dimaksud tersebut jika disalah gunakan akan berpengaruh dan
merusak psikis maupun fisik dari si pemakai dan mengakibatkan ketergantungan,
jadi hindari penyalahgunaan obat-obatan jenis hipnotik sedatif karena termasuk
obat-obatan narkotik atau psikotropik.
DAFTAR PUSTAKA
Harvey, Richard A.,
Pamela C. Champe. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: EGC.
Katzung, Bertram G.
2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.
Syarif, Amir, Ari
Estuningtyas, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Windy.2011. “MAKALAH
FARMAKOLOGI sedatif hipnotik dan psikotropi”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar