Rabu, 13 April 2016
KARYA TULIS ILMIAH (ASUHAN KEPERAWATAN Tn.A DENGAN BPH YANG MENGALAMI RETENSIO URINE DI RUANG BEDAH RSUD DR. R SOEDARSONO PASURUAN)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Begina
Prostat Hyperpalpasi (BPH) adalah suatu keadaan dimana
kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas, ke dalam kandung
kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisum uretra (Smeltzer dab
Bare, 2002). BPH merupakan kondidi patologis yang paling umum pada pria, dan
sering terjadi pada usia 50 tahun keatas. Keluhan yang disampaikan oleh pasien
BPH sering lupa LUTS (lower urinary
tractsymptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi maupun iritasi yang
meliputi: frekuesi fiksi meningkat, urgensi, nukturia, pancaran miksi lemah dan
sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan
tahap selanjutnya terjadi retensi urine (Haryono, 2013). Keluhan ini dapat
berakibat buruk pada penderita dan jika tidak ditangani akan timbul diagnos
keperawatan Retensio Urine berhubungan dengan obstruksi mekanik (pembesaran
prostat) (Doengoes, 2002).
Suatu penelitian
menyebutkan bahwa prevanlensi Begina
Prostat Hyperpalpasi (BPH) yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun
mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga
pada usia 50-59 tahun prevalensinya mencapai hampir 25% dan pada usia 60 tahun
mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia sebagai gambaran
hospital prevalensi di dua Rumah Sakit besar di Jakarja yaitu RSCM dan
sumberwaras selama 3 tahun terdapat 1040 kasus (istikomah,2010). Berdasarkan
data yang diperoleh di RSUD DR. R SOEDARSONO khususnya di Ruang Bedah jumlah pasien BPH pada tahun
2014 bulan November-Desember penderita sebanyak 18 pasien dan terdapat 9 pasien
dengan diagnose keperawatan Retensio Urine berhubungan dengan obstruksi mekanik
(pembesaran prostat).
Gejala iritatif yaitu
sering miksi, terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disurea). Sedangkan gejala obstruksi
adalah pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus
menunggu lama (hesytansi), harus
mengedan (straining), kenceng
terputus-putus (intermittency), dan
waktu memiksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen
karena overflow. Pembesaran prostat terjadi perlahan-lahan pada traktus
urinarius.Pada tahap awal terjadi pembesaran sehingga terjadi perubahan
fisiologis yang mengakibatkan retensi uretra daerah prostat, leher vesika
kemudian detusor dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya, serat detrusor
akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa
buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang trabekulasi. Jika dilihat dari
dalam veika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar diantara
serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan
sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase
kompenansi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan
mengalami dekompenansi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi, sehingga
terjadi retensi urine total yang berlanjut pada hidonefrosis dan disfungsi
saluran kemih atas (Mansjoer, 2000).
Asuhan keperawatan pada
pasien BPH sangat penting untuk dilakukan, karena bertujuan untuk mengetahui
gejala dan tanda-tanda pasien BPH serta cara menangani pasien dengan diagnose
BPH. Penilaian dan tahap awal juga sangat penting dilakukan untuk menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan pencegahan dan penanganan
pada pasien BPH merupakan cara terbaik dalam menangani pasien dengan BPH agar
tidak terjadi komplikasi brkelanjutan yang berakibat fatal bagi penderita.
Untuk mencegah terjadinya penyakit BPH dapat dilakukan secara dini yaitu,
melakukan perubahan gaya hidup dengan cara mengurangi makanan yang kaya akan
lemak hewan dan juga mengupayakan agar kandung kemih tidak penuh (menahan untuk
BAK) serat berolahraga secara teratur sesuai umur dan kondisi tubuh. Untuk itu,
penulis ingin mengetahui dan memahami lebih lanjut tentang penanganan atau
asuhan keperawatan terhadap pasien denga “BPH” yang tersusun sebagai study
kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan BPH Yang Mengalami
Retensio Urine di Ruang Bedah RSUD DR. R Soedarsono Pasuruan”.
1.2.
Batasan
Masalah
Asuhan keperawatan pada
Tn.A dengan BPH yang mengalami Retensio Urine di Ruang Bedah RSUD DR. R
Soedarsono Pasuruan”.
1.3.
Rumusan
Masalah
Bagaimana asuhan
keperawatan pasa Tn.A dengan BPH yang mengalami Retensio Urine di Ruang Bedah
RSUD DR. R Soedarsono Pasuruan?
1.4.
Tujuan
Study Kasus
1.4.1. Tujuan
Umum
Memahami dan menerapkan
asuhan keperawatan pada pasien dengan BPH yang mengalami Retensio Urine
berhubungan dengan obstruksi mekanik (pembesaran prostat).
1.4.2. Tujuan
Khusus
1.
mampu melaksanakan pengkajian terhadap
pasien dengan gangguan sistem perkemihan (BPH)
2.
mampu menegakkan diagnosa keperawatan
sesuai masalah dan membuat prioritas masalah
3.
mampu membuat rencana tindakan dan
rasional terhadap praktek nyata sesuai dengan masalah yang diprioritaskan
4.
mampu melaksanakan tindakan dalam
praktek nyata sesuai dengan masalah yang telah diprioritaskan
5.
mampu mengevaluasi hasil dari tindakan
yang telah dilaksanakan pada pasien BPH
1.5.
Manfaat
Study Kasus
1.5.1. Praktis
1.
Supaya pasien dan keluarga bias mengerti
gambaran umum tentang BPH beserta perawatan yang benar, bagi pasien agar penderita
mendapat perawatan yang tepat dalam keluarganya.
2.
Dapat dipakai untuk acuan dalam
melakukan asuhan keperawatan bagi pasien khususnya dengan gangguan sitem
perkemihan: BPH dan melakukan pencegahan serta member penyuluhan kepada pasien
BPH
1.5.2. Teoritis
Hasil study kasus ini
diharapkan dapat menjadi kepustakaan untuk meningkatkan pengetahuan pembaca
agar dapat mencaga diri maupun orang disekitarnya agar tidak terkena BPH dab
ubtuk melakukan perawatan yang benar pada orang yang menderita BPH.
BAB
2
TINJAUAN
TEORITIS
2.1
Konsep
BPH
2.1.1
Definisi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar
prostat nonkanker,(Corwin,2000). Hiperplasia prostat jinak adalan penyakit yang
disebabkan oleh penuaan (Price Wilson, 2005). Hiperplasia prostat jinak adalah
pembesaran prostat jinak yang bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau
hiperplasie fibromuskular. Namun 0orang sering menyebutnya dengan hipertropi
prostat, namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston,
David C, 2004). Begina Prostat Hyperplasiadalah
suatu keadaan dimanan kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang,ke atas
ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran kemih dengan menutupi orifisum
uretra. BPH merupakan kondisi patoogis yang paling umum pada pria (Smeltzer dan
Bare, 2002).
Pembesaran prostat benigna atau bisa disebut dengan BPH
sering ditemukan pada pria yang menapak usia lanjut.
Istilah benign prostatic hyperplasiasebenarnya
merupakan istilah histopatologis yaitu terdapat hiperplasia sel-sel epitel
kelenjar prostat. Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon
testosterone, yang di dalam sel kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah
menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT)dengan bantuan enzim
5a-reduktase. Dihidrotestosteron inilah secara langsung memicu m-RNA di dalam
sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein . growth
factoryang memacu pertumbuhan dan poliferasi sel kelenjar prostat. Pada usia
lanjut beberapa proa mengalami pembesaran sel prostat benigna. Keadaan ini
dialami oleh 50% pria berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia
80 tahun.pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urine
sehingga menimbilkan gangguan miksi (Purnomo, 2001)
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doegnoes, 2002).
2.1.2
Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
Sisitem perkemihan adalah suatu sistem tempat terjadinya
proses penyaringan darah sehingga dara bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh
tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larutan dalam air dan
dikeluarkan berupa urine (air kemih) (speakman, 2008). Susunan sistem
perkemihan terdiri atas : dua ginjal yang menghasilkan urine dan dua ureter
yang membawa urine dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), satu vesika
urinaria tempat urine terkumpulkan, dan satu uretraurine dikeluarkan dari
vesika urinaria (Panahi, 2010).
1.
Ginjal
Ginjal
adalah suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis di
belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung
pada dinding belakang abdomen.Bentuk ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada
dua buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada
umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita.
a.
Uji
fungsi ginjal terdiri dari :
1)
Uji protein (albumin). Bila ada
kerusakan pada glomerulus atau tubulus, maka protein dapat bocor dan masuk ke
urine.
2)
Uji konsentrasi ureum darah. Bila ginjal
tidak cukup mengeluarkan ureum maka ureum darah naik di atas kadar normal 20-40
mg%.
3)
Uji konsentrasi. Pada uji ini dilarang
makan dan minum selama 12 jam untuk melihat sampai berapa tinggi berat jenis
naiknya.
b. Struktur ginjal
Setiap
ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri
dari jaringan fibrus berwarna ungu tua.Lapisan luar terdiri dari lapisan
korteks (subtansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla
(subtansia medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid.Puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut
papilla renalis.Masing-masing piramid dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah
renalis 15-16 buah.
Garis-garis
yang terlihat di piramid disebut tubulus nefron yang merupakan bagian terkecil
dari ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal (tubulus kontorti
satu), ansa henle, tubulus distal (tubulus kontorti dua) dan tubulus urinarius
(papilla vateri).
Pada
setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat menyaring
darah 170 liter. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal,
lubang-lubang yang terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk simpul
dari kapiler satu badan malfigi yang disebut glomerulus.Pembuluh aferen yang
bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal
ke vena kava inferior.
c.
Fungsi
ginjal
1) Mengatur
volume air (cairan dalam tubuh). Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan
oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar, kekurangan air
(kelebihan keringat) menyebabkan urine yang diekskresi berkurang dan konsentrasinya
lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan
relatif normal.
2) Mengatur
keseimbangan osmitik dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam
plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan/pengeluaran yang
abnormal ion-ion akibat pemasukan garam yang berlebihan/penyakit perdarahan
(diare, muntah) ginjal akan meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting (mis.
Na, K, Cl, Ca dan posfat).
3) Mengatur
keseimbangan asam-basa cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan, campuran
makanan menghasilkan urine yang bersifat agak asam, pH kurang dari 6 ini
disebabkan hasil akhir metabolism protein. Apabila banyak makan sayursayuran,
urine akan bersifat basa. pH urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi
urine sesuai dengan perubahan pH darah.
4) Ekskresi
sisa hasil metabolism (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik,
obat-obatan, hasil metabolism hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
5) Fungsi
hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan
penting mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin aldesteron) membentuk
eritripoiesis mempunyai peranan penting untuk memproses pembentukan sel darah
merah (eritropoiesis).
6) Di
samping itu ginjal juga membentuk hormone dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D
aktif) yang diperlukan untuk absorsi ion kalsium di usus.
a) Filtrasi glomerulus
Kapiler glomerulus secara relatif
bersifat impermeabel terhadap protein plasma yang lebih besar dan permeabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil sepeti elektrolit, asam amino,
glukosa dan sisa nitrogen. Glomerulus mengalami kenaikan tekanan darah 90 mmHg. Kenaikan ini terjadi karena
anteriole aferen yang mengarah ke glomerulus mempunyai diameter yang lebih
besar dan memberikan sedikit tahanan dari kapiler yang lain. Darah didorong ke
dalam ruangan yang lebih kecil, sehingga darah mending air dan partikel yang
terlarutdalam plasma masuk ke dalam kapsula bowman.Tekanan darah terhadap
dinding pembuluh ini disebut tekanan hidrostatik (TH).Gerakan masuknya ke dalam
kapsula bowman disebut sebagai filtrasi glomerulus.
Tiga faktor pada proses filtrasi
dalam kapsula bowman menggambarkan integrasi ketiga faktor tersebut yaitu:
1))
Tekanan
osmitik (TO).
Tekanan yang dikeluarkan oleh air
(sebagai pelarut) pada membrane semipermeabel sebagai usaha untuk menembus
membrane semipermeabel ke dalam area yang mengandung lebih banyak molekul yang
dapat melewati membrane semipermeabel. Pori-pori dalam kapiler glomerulus
membuat membrane semipermeabel memungkinkan untuk melewati yang lebih kecil
dari air tetapi mencegah molekul yang lebih besar misalnya protein dan plasma.
2)) Tekanan hidroststik (TH).
Sekitar 15 mmHg dihasilkan oleh
adanya filtrasi dalam kapsula dan berlawanan dengan tekanan hidrostatik
darah.Filtrasi juga mengeluarkan tekanan osmitik 1-3 mmHg yang berlawanan
dengan osmitik darah.
Perbedaan tekanan osmitik
Plasma dengan cairan dalam kapsula
bowman mencerminkan perbedaan kosentrasi protein, perbedaan ini menimbulkan
pori-pori kapiler mencegah protein plasma untuk difiltrasi.
Tekanan hidrostatik plasma dan
tekanan osmitik filtrat kapsula bowman bekerja sama untuk meningkatkan gerakan
air dan molekul permeabel, molekul permeabel kecil dari plasma masuk ke dalam
kapsula bowman.
b) Proses pembentukan urine
Glomerulus berfungsi sebagai
ultrafiltrasi pada simpai bowman, berfungsi untuk menampung hasil filtrasi dari
glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali zat-zat yang
sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal
terus berlanjut ke ureter.Urine berasal dari darah yang di bawa arteri renalis
masuk kedalam ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah
dan bagian plasma darah.
Ada tiga tahap pembentukan urine:
1))
Proses
filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini
terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan
darah.Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein.Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari
glukosa, air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat dan lain-lain, yang
diteruskan ke tubulus ginjal.
2)) Proses reabsorpsi
Proses ini terjadi penyerapan
kembali sebagian besar glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat.
Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal oblogator reabsorpsi terjadi pada
tubulus atas.Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali
penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali ke
dalam tublus bagian bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan
reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3)) Proses sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali
yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan
ke ureter masuk ke vesika urinaria.
c) Perdarahan darah ginjal
ginjal mendapat darah dari aorta
abdominalis yang mempunyai percabanganarteri arteri renalis. Arteri ini
berpasangan kiri dan kanan.Arteri renalis bercabang menjadi arteria
interlobaris kemudian menjadi arteri arkuata.Arteri interloburalis yang berada
di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang
disebut glomerulus.Glomerulus ini dikelilingi oleh alat yang disebut simpai
bowman.Di sini terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan
simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
d)
Persarafan
ginjal
Ginjal mendapat persarafan dari
pleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah
yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembu;uh darah
yang masuk ginjal. Di atas ginjal terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar ini
merupakan kelenjar buntu yang menghasilkan dua macam hormon yaitu hormon
adrenalin dan hormon kortison.Adrenal dihasilkan oleh medulla.
e)
Reabsorpsi
dan sekresi tubulus
Sewaktu filtrat glomerulus memasuki
tubulus ginjal, filtrat ini mengalir melalui bagian-bagian tubulus. Sebelum
diekskresikan sebagai urine beberapa zat diabsorpsi kembali secara selektif
dari tbulus dan kembali ke dalam darah, sedangkan yang lain de sekresikandari
darah ke dalam lumen tubulus. Pada akhirnya urine terbentuk dan semua zat dalam
urine akan menggambarkan penjumlahan dari tiga proses dasar ginjal (filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus dan sekresi tubulus).
1))
Reabsorpsi
tubulus
Ginjal menangani beberapa zat
yang yang difiltrasi secara bebas dalam
ginjaldan diabsorpsi dengan kecepatan yang berbeda. Kecepatan masing-masing zat
dapat dihitung sebagi berikut. Filtrasi – Kecepatan filtrasi glomerulus x
Kecepatan plasma
Penghitungan ini menganggap bahwa
zat-zat difiltrasi secara bebas dan tidak terikat pada protein
plasma.Kebanyakan zat proses filtrasi golmerulus dan reabsorpsi tubulus secara
kuntitatif relatif sangat besar terhadap sekresi urine. Sedikit saja perubahan
pada filtrasi glomerulus atau reabsorpsi secara potensial dapat menyebabkan
perubahan yang relatif besar.Beberapa produk buangan seperti ureum dan
kreatinin sulit diabsorpsi dari tubulus dan diekskresi dalam jumlah yang
relatif besar.
Mekanisme pasif. Zat yang akan
diabsorpsi harus ditranspor melintasi membran epitel tubulus ke dalam cairan
interstisial ginjal, melalui kapiler peri tubulus kembali ke dalam darah.
Reabsorpsi melalui epitel tubulus ke dalam darah, misalnya air dan zat terlarut
dapat ditranpor melalui membran selnya sendiri (jalur transeluler) atau melalui
ruang sambungan antar-sel (jalur para seluler). Setelah diabsorpsi melalui sel
epitel tubulus ke dalam cairan interstisial air dan zat terlarut ditranpor
melalui dinding kapiler ke dalam darah dengan cara ultrafiltrasi yang
diperantarai oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid.
Traspor aktif mendorong suatu zat
terlarut melawan gradien elektrokimia dan membutuhkan energi yang berasal dari
metabolisme.Transpor yang berhubungan langsung dengan suatu sumber energi
seperti hidrolisis adenosin trifosfat (ATF) disebut transfor aktif
primer.Transpor yang tidak berhubungan secara langsung dengan suatu sumber
energi seperti yang diakibatkan oleh gradien ion, disebut transpor aktif
sekunder.
2)) Reabsorpsi tubulus proksimal
Secara normal sekitar 65% dari
muatan natrium dan air yang difiltrasi dan nilai persentase terendah dari
klorida akan diabsorpsi oleh tubulus proksimal sebelum filtrat mencapai ansa
henle. Persentase ini dapat meningkat atau menurun dalam berbagai kondisi
fisiologis.
Sel tubuh proksimal mempunyai
banyak sekali brush boerder. Permukaan membran brush boerder dimuati molekul
protein yang mentranspor ion natrium melewati membran lumen yang bertalian
dengan mekanisme transpor nutrien organik (asam amino dan glukosa). Tubulus
proksimal merupakan tempat penting untuk sekresi asam dan basa, organik seperti
garam garam empedu, oksalat, urat, dan katekolamin.
Regulasi reabsorpsi tubulus penting
untuk mempertahankan suatu keseimbangan yang tepat antara reabsorpsi tubulus
dan filtrasi glomerulus. Adanya mekanisme saraf, faktor hormonal, dan kontrol
setempat yang meregulasi reabsorpsi tubulus untuk mengatur filtrasi glomerulus
maka reabsorpsi beberapa zat terlarut dapat diatur secara bebas terpisah dari
yang lain terutama melalui mekanisme pengontrolan hormonal.
2. Ureter
Terdiri
dari 2 saluran pipa, masing–masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih
(vesika urinaria), panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang ± 0,5 cm.
Ureter sebagian terletak dalam rongga
abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis
Lapisan
dinding abdomen terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jarinagn
fibrosa)
b.
Lapisan
tengah lapisan otot polos
c.
Lapisan
sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan
didnding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali
yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kamih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urine melalui ureter yang diekskresikan oleh
ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk
ke dalam kandung kemih.
Ureter
berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi
oleh peritoneum.Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan
pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe berasal dari pembuluh
sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
Pars
abdominalis ureter dalam kavum abdomen ureter terletak di belakang peritoneum
sebelah media anterior m. psoas mayor dan ditutupi oleh fasia subserosa. Vasa
spermatika/ovarika interna menyilang ureter secara oblique, selanjutnya ureter
akan mencapai kavum pelvis dan menyilang arteri iliaka eksterna.
Ureter
kanan terletak pada parscdesendens duodenum. Sewaktu turun ke bawah terdapat di
kanan bawah dan disilang oleh kolon dekstra dan vosa iliaka iliokolika, dekat
apertura pelvis akan dilewati oleh bagian bawah mesenterium dan bagian akhir
ilium. Ureter kiri disilang oleh vasa koplika sinistra dekat apertura pelvis
superior dan berjalan di belakang kolon sigmoid dan mesenterium.
Pars
pelvis ureter berjalan pada bagian dinding lateral pada kavum pelvis sepanjang
tepi anterior dari insura iskhiadikamayor dan tertutup olehperitoneum. Ureter
dapt ditemukan di depan arterihipogastrikabagian dalam nervus obturatoris
arterivasialia anterior dan arteri hemoroidalis media. Pada bagian bawah insura
iskhiadika mayor, ureter agak miring ke bagian medial untuk mencapai sudut
lateral dari vesika urinaria.
Ureter
pada pria terdapat di dalam visura seminalis atas dan disilang oleh duktus
deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis. Selanjutnya ureter berjalan
oblique sepanjang 2 cm di dalam dinding vesika urinaria pada sudut lateral dari
trigonum vesika. Sewaktu menembus vesika urinaria, dinding atas dan dinding
bawah ureter akan tertutup dan pada waktu vesika urinaria penuh akan membentuk
katup (valvula) dan mencegah pengambilan urine dari vesika urinaria.
Ureter
pada wanita terdapat di belakang fossa ovarika urinaria dan berjalan ke bagian
medial dan ke depan bagian lateralis serviks uteri bagian atas, vagina untuk
mencapai fundus vesika urinaria. Dalam perjalanannya, ureter didampingi oleh
arteri uterina sepanjang 2,5 cm dan selanjutnya arteri ini menyilang ureter dan
menuju ke atas di antara lapisan ligamentum. Ureter mempunyai 2 cm dari sisi
serviks uteri. Ada tiga tempat yang penting dari ureter yang mudah terjadi
penyumbatan yaitu pada sambungan ureter pelvis diameter 2 mm, penyilangan vosa
iliaka diameter 4 mm dan pada saat masuk ke vesika urinaria yang berdiameter
1-5 cm.
a. Pembuluh
darah ureter
1) Arteri
renalis
2) Arteri
spermatika interna
3) Arteri
hipogastrika
4) Arteri
vesika inferior
b. Persarafan
ureter
Persarafan
ureter merupakan cabang dari pleksus mesenterikus inferior, pleksusspermatikus,
dan pleksu pelvis; seperti dari nervus; rantai eferens dan nervus vagusrantai
eferen dari nervus torakalis ke-11 dan ke-12, nervus lumbalis ke-1, dan nervus
vagus mempunyai rantai aferen untuk ureter.
3. Vesika urinaria
Vesika urinaria
(kandung kemih) dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di
belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.Bentuk kandung kemih seperti
kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis medius.
a. Bagian
vesika urinaria terdiri dari:
1) Fundus
yaitu, bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah, bagian ini terpisah
dari rektum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus
deferen, vesika seminalis dan prostat.
2) Korpus,
yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3) Verteks,
bagian yang mancung ke arah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari
lapisan sebelah luar (peritonium), tunika muskularis (lapisan otot), tunika
submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).Pembuluh limfe vesika
urinaria mengalirkan cairan limfe ke dalam nadi limfatik iliaka interna dan
eksterna.
b. Lapisan
otot vesika urinaria
Lapisan
otot vesika urinaria terdiri dari otot polos yang tersusun dan saling berkaitan
dan disebut m. detrusor vesikae.Peredaran darah vesika urinaria berasal dari
arteri vesikalis superior dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka
interna.Venanya membentuk pleksus venosus vesikalis yang berhubungan dengan
pleksus prostatikus yang mengalirkan darah ke vena iliaka interna.
1) Persarafan
vesika urinaria
Persarafan vesika urinaria berasal
dari pleksus hipogastrika inferior.Serabut ganglion simpatikus berasal dari
ganglion lumbalis ke-1 dan ke-2 yang berjalan turun ke vesika urinaria melalui
pleksus hipogastrikus.Serabut preganglion parasimpatis yang keluar dari nervus
splenikus pelvis yang berasal dari nervus sakralis 2, 3 dan 4 berjalan melalui
hipogastrikus inferior mencapai dinding vesika urinaria.Sebagian besar serabut aferen sensoris
yan g keluar dari vesika urinaria menuju sistem susunan saraf pusat melalui
nervus splanikus pelvikus berjalan bersama saraf simpatis melalui pleksus
hipogastrikus masuk kedalam segmen lumbal ke-1 dan ke-2 medula spinalis.
4. Uretra
Uretara
merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih keluar.
a. Uretra
pria
Pada laki-laki uretra berjalan berkelok
kelok melalaui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang
menembus tulang fubis ke bagian penis panjangnya ± 20 cm. uretra pada laki-laki
terdiri dari:
1) Uretra
prostatia
2) Uretra
membranosa
3) Uretra
kevernosa
Lapisan
uretra laki-lakin terdiri lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan
submukosa.Uretra mulai dari orifisium uretra interna di dalam vesika urinaria
sampai orifisium eksterna. Pada penis panjangnya 17,5-20 cm yang terdiri dari bagian-bagian berikut:
a) Uretra
prostatika merupakan saluran terlebar panjangnya 3 cm, berjalan hampir
vertikulum melalui glandula prostat , mulai dari basis sampai ke apaks dan
lebih dekat ke permukaan anterior.
b) Uretra
pars membranasea ini merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal,
berjalan mengarah ke bawah dan ke depan di antara apaks glandula prostata dan
bulbus uretra. Pars membranesea menembus diagfragma urogenitalis, panjangnya
kira-kira 2,5 cm, di belakang simfisis pubis diliputi oleh jaringan sfingter
uretra membranasea. Di depan saluran ini terdapat vena dorsalis penis yang
mencapai pelvis di antara ligamentum transversal pelvis dan ligamentum arquarta
pubis.
c) Uretra
pars kavernosus merupakan saluran terpanjang dari uretra dan terdapat di dalam
korpus kavernosus uretra, panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari pars
membranasea sampai ke orifisium dari diafragma urogenitalis. Pars kavernosus
uretra berjalan ke depan dan ke atas menuju bagian depan simfisis pubis. Pada
keadaan penis berkontraksi, pars kavernosus akan membelok ke bawah dan ke
depan. Pars kavernosus ini dangkal sesuai dengan korpus penis 6 mm dan
berdilatasi ke belakang. Bagian depan berdilatasi di dalam glans penis yang
akan membentuk fossa navikularis uretra.Oriifisium uretra eksterna merupakan
bagian erektor yang paling berkontraksi berupa sebuah celah vertikal ditutupi
oleh kedua sisi bibir kecil dan panjangnya 6 mm. glandula uretralis yang akan
bermuara ke dalam uretra dibagi dalam dua bagian, yaitu glandula dan lakuna.
Glandula terdapat di bawah tunika mukosa di dalam korpus kavernosus uretra
(glandula pars uretralis). Lakuna bagian dalam epitelium. Lakuna yang lebih
besar dipermukaan atas di sebut lakuna magma orifisium dan lakuna ini menyebar
ke depan sehingga dengan mudah menghalangi ujung kateter yang dilalui sepanjang saluran.
b. Prostat
Prostat adalah
organ genital yang hanya ditemukan pada pria karena merupakan hasil cairan
semen yang hanya dihasilkan oleh pria.Prostat berbentuk pyramid, tersusun atas
jaringan fibromuskular yang mengandung kelenjar. Prostat pada umumnya memiliki
ukuran dengan panjang 1,25 inci atau kira-kira 3cm, mengelilingi ureter pria.
Dalam hubungannya dengan orang lain, batas atas prostat bersambung dengan leher
bledder atau kandung kemih. Didalam prostat didapati uretra.Sedangkan batas
bawah prostat yakni ujung prostat bermuara ke eksternal spinkter bladder yang
terbentang diantara lapisan peritoneal. Pada bagian depannya terdapat simfisis
pubis yang dipiisahkan oleh lapisan
ekstraperitoneal. Lapisan tersebut dinamakan cave of Retzius atau ruang
retropubik. Bagian belakangnya dekat dengan rectum, dipisahkan oleh fasica
Dennonfi(Groat, 2010).
Gambar 2.5 : prostat
Prostat memiliki
lapisan pembungkus yang disebut dengan kapsul. Kapsul ini terdiri dari
2 lapisan yaitu :
1) True
capsule : lapisan fibrosa tipis pada
bagian luar prostat
2) False
capsule : lapisan ekstraperitoneal yang saling bersambung, menyelimuti bladder
atau kandung kemih. Sedangkan fascia denowiliers berada pada bagian belakang.
(Geoat, 2010)
Kelenjar
prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sekitar
inferior buli-buli yang melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran
organ intim ini dapat menyumbat uretra parsprostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli bentuknya sebesar buah kenari
dengan berat pada normal dewasa kurang lebih 20gram (Purnomo,2001)
a) Mikturisi
Mikturisis adalah peristiwa
pembentukan urine.Karena dibuat di dalam, urine mengalir melalaui ureter ke
kandung kencing. Keinginan membuang air kecil disebabkan penambahan tekanan di
dalam kandung kencing, dan tekanan ini di sebabkan isi urone di dalamnya. Hal
ini terjadi bila tertimbun 170 sampai
230 ml. mikturisi adalah gerak reflek yang dapat dikendalikan dan ditahan oleh
pusat-pusat persarafan yang lebih tinggi pada manusia. Gerakannya ditimbulkan
kontraksi otot abdominal yang menambah tekanan di dalam rongga abdomen, dan
berbagai organ yang menekan kandung kemcing membantu mengosongkannya.Kandung
kencing dikendalikan saraf pelvis dan serabut saraf simpatis dari pleksus
hipogastrik.
1)) Ciri-ciri
urine yang normal
Jumlahnya rata-rata 1-2 liter
sehari, tetapi beda-beda sesaui jumlah cairan yang dimasukan.Banyaknya
bertambah pula bila terlampau banyak protain dimakan, sehingga tersedia cukup
cairan yang diperlukan untuk melarutkan ureanya.
a)) Warnanya
bening oranye pucat tanpa endapan, tetapi adakalanya jenjot
lendir tipis tanpak terapung di dalamnya.
b)) Baunya
tajam.
c)) Reaksinya
sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.
d)) Berat
jenis berkisat dari 1010 sampai 1025.
2)) Komposisi
urine normal
Urine terutama terdiri atas air,
urea, dan natrium klorida. Pada seseorang yang menggunakan diet yang rata-rata
berisi 80 sampai 100 gram protein dalam 24 jam, jumlah persen air dan benda
padat dalam urine adalah seperti berikut:
a)) Air
96%
b)) Benda
padat 4% (terdiri atas urei 2% dan
produk metabolik lain 2%)
Ureum adalah hasil akhir
metabolisme protein.Berasal dari asam amino yang telah dipindah amonianya di dalam
hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar
ureum darah yang normal adalah 30 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini
tergantung dari jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi hati dalam
pembentukan ureum. Asam urat. Kadar normal asam urat di dalam darah adalah 2
sampai 3 mg setiap 100 cm, sedangkan 1,5 sampai 2 mg setiap hari diekskresikan
ke dalam urine. Kretin adalah hasil buangan kreatin dalam otot. Produk
metabolisme lain mencangkup benda-benda purin, oksalat, fosfat, sulfat, dan
urat. Elektrolit atau garam, seperti natrium kalsium dan kalium klorida,
diekskresikan untuk mengimbangijSumlah yang masuk melalui mulut.
2.1.3
Etiologi
Penyebab
yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui secara pasti,
tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya BPH yaitu testis dan usia
lanjut. Karena etiologi belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang
diduga menimbulkan BPH antara lain:
1.
Teori
DHT (dihidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase
dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.
2.
Teori
Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang
pertumbuhan epitel.
3.
Teori
stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Sel
aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak
pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan
menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
4.
Teori
growth factors. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah
pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor
(EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan
ekspresi transforming growth factor-b (TGF-b), akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.
2.1.4
Patofisiologi
Menurut
Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada
traktus urinarius.Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi
perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher
vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.
Sebagai
akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor
ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai
(trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika
dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan
mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel.
Fase
penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan
menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
2.1.5
Manifestasi Klinis
Menurut
Mansjoer ( 2000) gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat
Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi
menjadi dua yaitu :
1.
Gejala
Obstruktif yaitu :
a.
Hesitansi yaitu memulai kencing yang
lama dan seringkali disertai dengan
mengejan
yang disebabkan oleh karena otot destrussor kandung kemih
memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
guna
mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b.
Intermitency yaitu terputus-putusnya
aliran kencing yang disebabkan
karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan
intra
vesika sampai berakhirnya miksi.
c.
Terminal dribling yaitu menetesnya urine
pada akhir kencing.
d.
Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan
kaliber pancaran destrussor
memerlukan
waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya
buang air kecil dan terasa belum puas.
2.
Gejala
Iritasi yaitu :
a.
Urgency yaitu perasaan ingin buang air
kecil yang sulit ditahan.
b.
Frekuensi yaitu penderita miksi lebih
sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang
hari.
c.
Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
Efek
yang dapat terjadi akibat hipertropi prostat :
1) Terhadap
uretra
Bila lobus medius membesar,
biasanya arah ke atas mengakibatkan uretra pars prostatika bertambah panjang,
dan oleh karena fiksasi ductus ejaculatorius maka perpanjangan akan berputar
dan mengakibatkan sumbatan.
2) Terhadap
vesica urinaria
Pada vesica urinaria akan
didapatkan hypertropi otot sebagai akibat dari proses kompensasi, dimana muscle
fibro menebal ini didapatkan bagian yang mengalami depresi (lekukan) yang
disebut potensial divertikula.
Pada proses yang lebih lama akan
terjadi dekompensasi dari pada otot-otot yang hypertropi dan akibatnya terjadi
atonia (tidak ada kekuatan) dari pada otot-otot tersebut. Kalau pembesaran
terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu post prostatika pouch, ini
adalah kantong yang terdapat pada kandung kemih dibelakang medial lobe. Post
prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine (urine yang
tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya
batu-batu di kandung kemih.
3) Terhadap
ureter dan ginjal
Kalau keadaan uretra vesica valve
baik, maka tekanan ke ekstra vesikel tidak diteruskan ke atas, tetapi bila
valve ini rusak maka tekanan diteruskan ke atas, akibatnya otot-otot calyces,
pelvis, ureter sendiri mengalami hipertropy dan akan mengakibatkan
hidronefrosis dan akibat lanjut uremia.
4) Terhadap
sex organ
Mula-mula libido meningkat, tetapi
akhirnya libido menurun.
2.1.6
Pathway
2.1.7
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan
colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rectum,
kelaian seperti benjolan dalan rectum dan prostat.Pada perabaan melelui colok
dubur dapat diperhatikn konsistensi prostat, adakan simestri, adakah nodul pada
prostat, apakah batas atas dapat diraba.Derajar berat obstruksi dapat diukur
dengan menentukan jumlah sisa urine setelah miksi spontan.Sisa miksi ditentukan
dengan mengukur urine yang masih dapat keluar dengan kateterisasi.Sisa urine
dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah
miksi.
Ada
3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi prostat
a. Rectal
grading
Rectal
grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan kandung kemih kosong.Sebab
bila kandung kemih penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian.Dengan rectal
toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan
rectum.Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade. Pembagian grade
sebagai berikut :
0
– 1 cm……….: Grade 0
1
– 2 cm……….: Grade 1
2
– 3 cm……….: Grade 2
3
– 4 cm……….: Grade 3
Lebih
4 cm…….: Grade 4
Biasanya
pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena benjolan masuk
ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading maka didapatkan kesan
besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk menentukan macam tindakan
operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1), maka terapi yang baik adalah
T.U.R (Trans Uretral Resection) Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat
dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.
b. Clinical
grading
Pada pengukuran
ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine. Pengukuran ini dilakukan
dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kemih sampai selesai,
kemudian dimasukkan catheter ke dalam kandung kemih untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc……………….…… Normal
Sisa
urine 0 – 50 cc…………….…. Grade 1
Sisa
urine 50 – 150 cc………………Grade 2
Sisa
urine >150 cc…………………..Grade 3
Sama
sekali tidak bisa kemih………..Grade 4
c. Intra
uretra grading.
Untuk
melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra.
Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan penendoskopy dan sudah menjadi bidang
dari urology yang spesifik.
2.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
lengkap, faal ginjal,
serum elektrolit dan
kadar gula digunakan
untuk memperoleh data
dasar keadaan umum
pasien.
b. Pemeriksaan urine
lengkap dan kultur. PSA
(Prostatik Spesific Antigen)
penting diperiksa sebagai
kewaspadaan adanya keganasan.
2.1.8
Penatalaksanaan
Menurut
Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada
stadium-stadium dari gambaran klinisa.
1.
Grade I
Pada
stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan
konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa, seperti alfazosin dan
terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan,
tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya
adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
2.
Grade II
Pada
stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan
reseksiendoskopi melalui uretra (trans uretra).
3.
Grade III
Pada
stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat
sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya
dilakukan pembedahan terbuka.Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans
vesika, retropubik dan perineal.
4.
grade IV
Pada
stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin
total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive
dengan TUR atau pembedahan terbuka.Pada penderita yang keadaan umumnya tidak
memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan
memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa.Pengobatan konservatif adalah
dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Rudi Haryono (2013) dalam penatalaksanaan pada pasien
dengan BPH yaitu :
a)
Terapi
medika mentosa
1) penghambat andregenik α, misalnya prazosin, doxazosiin,
alfluzosin atau α 1 α (tamsulosein)
2)
penghambat
enzim 5- α reduktase, misalnya finasteride (pocar)
3)
fitoterapi,
misalnya eviprostat
b) Terapi
bedah : waktu penanganan untuk pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi terapi bedah yaitu :
1)
rete nsio urine bereulang
2)
hernaturia
3)
tanda
penurunan fungsi ginjal
4)
infeksi
saluran kencing berulang
5)
tanda-tanda
obstruksi berat yaitu di vertikel, hidroureter, dan hidronefrosis
6)
ada
batu saluran kemih
macam-macam tindakan pada pasien BPH :
c)
Prostatektomi
Ada berbagai
macam prostatektomi yang
dapat dilakukan yang
masing- masingmempunyai kelebihan dan kekurangan
antara lain :
d)
Prostatektomi
Supra pubis
Prostatektomi
Supra pubisadalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.
Yaitu suatuinsisi yang dibuat
kedalam kandung kemih
dan kelenjar prostat
diangkat dari atas.Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar
dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasidapat terjadi seperti kehilangan
darah lebih banyak dibanding metode yang lain. Kerugianlainnya adalah insisi
abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen
mayor, seperti
kontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba
suprapubis,serta pemulihan lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan yang lain
dari metode ini adalahsecara teknis sederhana, memberika area eksplorasi lebih
luas, memungkinkan eksplorasiuntuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar
pengobstruksi lebih komplit, sertapengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan.
1))
Prostatektomi Perineal
Prostatektomi Perinealadalah mengangkat kelenjar melalui
suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebihpraktis dibanding
cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Keuntungan yanglain
memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh bantuan gravitasi,
efektifuntuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah penglihatan
langsung,angka mortalitasrendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi
pasien dengan prostat yang besar, resikobedah buruk bagi pasien sangat tua dan
ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudahterkontaminasi karena insisi
dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia,impotensi, atau
cedera rectal dapat mungkin terjadi
dari cara ini. Kerugian lain adalahkemungkinan kerusakan pada rectum dan
spingter eksternal serta bidang operatif
terbatas.
2))
Prostatektomi retropubik
Prostatektomi
retropubikadalah suatu teknik yang lebih
umum dibanding pendekatan suprapubik dimana insisiabdomen lebih rendah
mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandungkemih tanpa tanpa memasuki
kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yangterletak tinggi
dalam pubis.Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik danletak
bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang
retropubis.Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung
kemih yang berkaitanserta insiden hemorargi akibat pleksus venosa prostat
meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan
lebihsingkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.
a))
Insisi Prostat Transuretral ( TUIP)
Yaitu
suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui
uretra.Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk
mengurangi tekananprostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara
ini diindikasikan ketika kelenjarprostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan
efektif dalam mengobati banyak kasus BPH.Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka
komplikasi lebih rendah dibanding cara lainnya
b))
TURP ( Trans Uretral Reseksi Prostat )
TURP
adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakanresektroskop, dimana resektroskop merupakan
endoskop dengan tabung
10-3-F untuk pembedahan uretra
yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkandengan arus
listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan
merupakantindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas
minimal.TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikanterhadap potensi kesembuhan.Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaranantara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi.Cairan
irigasi digunakan secara terus-menerusdengan cairan isotonis selama prosedur.
Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengangranulasi dan
reepitelisasi uretra parsprostatika(Anonim,FK UI,1995).Setelah dilakukan TURP,
dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon30 ml, untuk memperlancar
pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kandingkemih yang konstan
dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudiankateter
dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari
setelah operasidan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.TURP masih
merupakan standar emas.Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedangsampai
berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk
menjalanioperasi.KomplikasiTURPjangka pendekadalahperdarahan, infeksi, hiponatremia atauretensio oleh
karena bekuan darah.Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah
strikturauretra,ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena
pembedahan tidak mengobatipenyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul
kembali 8-10 tahun kemudian
2.1.9
Komplikasi
1.
Anterosklerosis
2.
Infrak jantung
3.
Imponten
4.
Hameoragik post operasi
5.
Fistula
6.
Struktur pasca operasi dan incontinentia
urine
7.
Infeksi (Haryono, 2013)
2.2
Konsep
Asuhan Keperawatan
2.2.1.
Proses Keperawatan
Proses
keperawatan adalah dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan.
Hal ini disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu,
teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
pasien baik sebai individu, keluarga maupun masyarakat (Nursalam, 2010)
2.2.2.
Pengkajian
Pengkajian
merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
pasien (Nursalam, 2010).
1.
Biodata
Mencakup
identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
alamat, no.medrek, Ds.medis, tanggal masuk, dan tanggal pengkajian.
2.
Riwayat kesehatan
a. Keluhan
utama
Pada
kasus BPH, diemukan keluhan utama adanya tanda pancaran miksi lemah, miksi
tidak puas, menetes setelah miksi.
b. Riwayat
kesehatan/penyakit sekarang
Riwayat
penyakit sekarang ditemukan pada saat pengkajian yang sedang dijabarkan dari
keluhan utama.
c. Riwayat
kesehatan dahulu
Saat dikaji pasien BPH biasanya didapat riwayat penyakit
hernia, dan penyakit saluran pada perkemihan.
d.
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit pada keluarga tidak ada pengaruh dengan
munculnya penyakit BPH, karena penyakit BPH disebabkan oleh faktor usia dan
faktor pekerjaan.
Dasar data pengkajian pasien :
1) Sirkulasi
Peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
2) Eliminasi
a) Gejala
1)) Penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine ; tetesan
2)) Keragu-raguan
pada berkemih awal
3)) Ketidakmampuan
untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan
dan frekuensi berkemih
4)) Nokturia,
disuria, hernaturia
5)) Duduk
untuk berkemih
6)) ISK
berulang, riwayat batu (status urinaria)
7)) Konstipasi
(protrusi prostat keadaan rektum)
b)
Tanda
1)) Massa padat di bawah abdomen bawah
(detensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih.
2)) Hernia inguinalis : hemoroid (mengakibatkan
peningkatan tekanan abdominal yabg memerlukan pengosongan
kandung kemih mengatasi tahanan)
c)
Makanan/cairan
Gejala
: Anoreksia mual muntah, penurunan berat badan
d)
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri suprapubis, pinggul atau punggung ; tajam, kuat
(pada prostatis akut), setrta nyeri punggung bawah
1))
Keamanan
Gejala : demam
2))
Seksualitas
Gejala : masalah
tentang efek kondisi terapi pada ketidakmampuan seksual, tidak inkontyinensia
selama berhubungan intim, penurunan tekanan kontraksi ejakulasi
Tanda : pembesaran
prostat dan nyeri tekan prostat
3))
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat keluarga
kanker, hipertensi, penyakit ginjal, penggunaan antidepresan, antibiotik
urinaria atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu/alergi obat
mengandung simpatomimetik.
Pertimbangan :
DRG menunjukkan
rerata lama dirawat 2,2 hari
Rencana pemulangan
Memerlukan bantuan
dengan manajemen terapi, contoh kateter (Doenges,2002)
2.2.3. Diagnosa dan Rencana Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Retensio urine (akut/kronik)
Dapat dihubungkan dengan :
1.
Obstruksi mekanik : pembesaran prostat
2.
Dekompensasi otot detrusor
3.
Ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi adekuat
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1.
Frekuensi keragu-raguan, ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih dengan
lengkap, inkontinensia/menetes
2.
Distensi kandung kemih, residu urine
|
1.
Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih
2.
Menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50ml; dengan tak adanya
tetesan/kelebihan aliran
|
4.
Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
|
Meminimakan retensi berlebihan pada kandung kemih
|
5.
Tanyakan pasien tentang inkontinensia stress
|
Tekanan
ureteral tinggi menghambat pengosongan kandung kemih atau dapat menghambat
berkemih sampai tekanan abdominal meningkat cukup untuk mengeluarkan urine
secara tidak sadar
|
|||
6.
Observasi aliran urine perhatikan ukuran dan kekecutan
|
Berguna
untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan inter vensi
|
|||
7.
Awasi dan catat waktu serta jumlah tiap berkemih. Perhatikan penurunan
haluan urine dan perubahan berat jenis
|
Retensi
urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas, yang dapat
mempengaruhi fungsi ginjal. Adanya defisit aliran darah ke ginjal mengganggu
kemampuannya untuk memfilter dan mengkonsentrasi substansi
|
|||
8.
Perkusi/palpasi area suprapubik
|
Distensi
kandung kemih dapat dirasakan di area supra pubik
|
|||
9.
Dorong masukkan cairan sampai 3000ml sehari, dalam toleransi jantung,
bila diindikasikan
|
Peningkatan
aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan kandung kemih dari
pertumbuhan bakteri
|
|||
10.
Awasi tanda vital dengan ketat, observasi hipertensi, edema
perifer/dependen, perubahan mental. Timbang tiap hari. Pertahankan pemasukan
dan pengeluaran akurat.
|
Kehilangan
fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa
toksik; dapat berlanjut ke penurunan ginjal total
|
|||
11.
Berikan/dorong kateter lain dan perawatan perineal
|
Menurunkan
resiko infeksi asenden
|
|||
12.
Berikan rendam duduk sesuai indikasi
|
Meningkatkan
relaksasi oto, penurunan edema, dan dapat meningkatkan upaya berkemih
|
|||
13.
Berikan obat sesuai indikasi Antispasmodik, contoh : oksibutinik klorida
(Ditropan)
|
Menghilangkan
spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi kateter
|
|||
2
|
Nyeri (akut)
Dapat dihubungkan dengan :
1.
Iritasi mukosa
2.
Distensi kandung kemih
3.
Kolik ginjal
4.
Infeksi urinaria
5.
Terapi radiasi
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1.
Keluhan nyeri (kandung kemih/spasme rectal)
2.
Penyempitan focus; perubakan tonus otot, meringis, perilaku distrasi, gelisah
3.
Respon otonomik
|
1.
Melaporkan nyeri hilang/terkontrol
2.
Tampak rol;eks
3.
Mampu untuk tidur/istirahat dengan cepat
|
6.
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya
|
Memberikan
informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/keefektifan intervensi
|
7.
Plester selang dreinase pada paha dan kateter pada abdomen (bila traksi
tidak diperlukan)
|
Mencegah
penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-skrotal
|
|||
8.
Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
|
Tirah baring
mungkin diperlukan pada tahap awal selama fase retensi akut, namun ambulasi
dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik
|
|||
9.
Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung pembantu pasien
melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi/latihan nafas
dalam, aktivitas terapeutik
|
Meningkatkan
relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat ,meningkatkan kemampuan
koping
|
|||
10. Dorong menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk
parineum
|
Meningkatkan
relaksasi oror
|
|||
11. Berikan obat sesuai indikasi : Narkotok : contoh
eperidin (demerol)
|
Diberika
untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi dan fisik
|
|||
3
|
Kekurangan volume cairan
Faktor resiko meliputi :
1.
Pasca obstruksi disuresis dari dreinase cepat kandung kemih yang terlalu
distensi secara kronis
2.
Endokrin, ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi ginjal)
Mungkin dibuktikan oleh :
1.
(tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dari gejala-gejala membuat
diagnose actual)
|
1.
Mempertahankan dehidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer teraba, pengisian kapiler baik, dan membran mukosa lembab
|
3.
Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan, perhatikan
keluaran 100-200 ml/jam
|
Diuresis
cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena katidakcukupan
jumlah natrium diabsirbsi dalam tubulus ginjal
|
4.
Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu
|
Pasin
dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol ginjal urinaria, homeostatik
pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi/hipovolemia
|
|||
5.
Awasi TD, nasdi dengan sering. Evaluasi pengisisan kapiler dan membrane
mukosa oral
|
Memampukan
deteksi dini/intervensi hipovolemik sistematik
|
|||
6.
Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi
|
Menurunkan
kerja jantung, memudahkan homeostatis sirkulasi
|
|||
7.
Berikan cairan IV (garam faal hipertonik)
|
Menggantikan
kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah/mempengaruhi kipervolemia
|
|||
4
|
Ketakutan/ansietas (uraikan tingkatan)
Dapat dihubungkan dengan :
1.
Perubahan status kesehtan; kemungkinan prosedur bedah malignasi
2.
Mau/hilang martabat dengan pemajanan genital sebelum, selama dan sesudah
tindakan; misalkan tentang kemampuan seksualitas
Kemungkinan dibuktikan oleh
:
1.
Peningkatan tegangan ketakutan, kekuatiran
2.
Mengekspresikan masalah tentang adanya perubahan
3.
Ketakutan akan konsekuensi tak spesifik
|
1.
Tampak rileks
2.
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi
3.
Menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa akut
4.
Melaporkan ansietas penurunan sampai tingkat dapat ditangani
|
3.
Selalu ada untuk pasien. Buat hubungan saling percaya dengan pasien/orang
terdekat
|
Menunjukkan
perhatian dan keinginan untuk membantu. Membantu dalam diskusi tentang subjek
sensitive
|
4.
Berikan infirmasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan
terjadi, contok kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui
seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien
|
Membantu
pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan, dan mengurangi masalah karena
ketigaktahuan, termasuk ketakutan akan kanker. Namun kelebihan informasi
tidakmembantu dan dapat menyebabkan ansietas
|
|||
5.
Perhatikan perilaku nyata dalam melakukan prosedur/menerima pasien.
Lindungi privasi pasien.
|
Menyatakan
penberimaan dan menghilangkan rasa lalu pasien
|
|||
6.
Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan
|
Mandefinisikan
masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas
kesalahan konsep, dan solusi pemecahan masalah
|
|||
7.
Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya
|
Memungkinkan
pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberi
perawatan dan pemberi informasi
|
|||
8.
Berikan infirmasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan
terjadi, contok kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui
seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien
|
Membantu
pasien memahami tujuan dari apa yang akan dilakukan, dan mengurangi
masalah karena ketidaktahuan, termasuk
ketakutan akan kanker. Namun kelebihan informasi tidak membantu dan dapat
menyebabkan ansietas
|
|||
9.
Perhatikan perilaku nyata dalam melakukan prosedur/menerima pasien.
Lindungi privasi pasien.
|
Meyakinkan
penerima dan menghilangkan rasa lalu pasien
|
|||
10. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan
masalah/perasaan
|
Mandefinisikan
masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas
kesalahan konsep, dan solusi pemecahan masalah
|
|||
11. Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan
sebelumnya
|
Memungkinkan
pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberi
perawatan dan pemberi informasi
|
|||
5
|
Kurang pengetahuan (kebutuhan
belajar ) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
Dapat dihubungkan dengan :
1.
Kurang terpajan/mengungat salah satu intervensi informasi
2.
Tidak mengenal sumber informasi
3.
Masalah tentang area sensitif
Kemungkinan dibuktikan dengan
:
1.
Pertanyaan meminta informasi
2.
Menyatakan masalah/indikator non-verbal
3.
Tidak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah
|
1.
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis
2.
Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala proses penyakit
3.
Melakukan perubahan pola hidup
4.
Berpartisipasi dalam program pengobatan
|
4.
Kaji ulang proses penyakit, pangalaman pasien
|
Memberi
dasar pengetahuan kepada pasien dapat membuat pilihan informasi terapi
|
5. Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian
|
Membantu
pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitas vital
|
|||
6.
Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual
|
Mungkin
merupakan ketakutan tak dibicarakan
|
|||
7.
Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, alkohol, mengemudikan mobil
lama, pemasukan cairan cepat (terutama alkohol)
|
Dapat
menyebabkan iritasi prostat dengan maslah kongesti. Peningkatan tiba-tiba
pada aliran urine dapat menyebabkan destresi kandung kemih dan kehilangan
tonus kandung kemih, mengakibatkan episode retensi urinaria akut
|
|||
8.
Berikan masalah seksual, contoh bahwa selama episode akut prostatitis,
koitus dihindaritetapi memungkinkan membantu dalam pengobatan kondisi kronis
|
Aktivitas
seksual dapat meningkatkan nyeri selama episode akut terapi dapat memberikan
sesuatu massase pada adanya penyakit kronis
|
|||
9.
Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual. Dorong pertanyaan dan
tingkatkan dialog tentang masalah
|
Intervensi
cepat dapat mencgah komplikasi lebih serius
|
|||
10. Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik,
contoh urine keruh, berbau, penurunan haluan urine, ketidakmampuan untuk
berkemih; adanya demam/menggigil
|
Menurunkan
resiko terapi tak cepat, contoh penggunaan dekongestan, antikolinergik, dan
anti depresan meningkatkan retensi urine dapat mencetuskan episode akut
|
|||
11. Beri penguatan pentingnya evaluasi medik untuk
sedikitnya 6 bulan- 1 tahun, termasuk pemeriksaan rektal, urinalisa
|
Hipertropi
berulang dan/atau infeksi (disebabkan oleh organisme yang sama atau berbeda)
tidak umum mencegah komplikasi serius
|
2.3
Jurnal
Penelitian
Retnsi urine adalah suatu keadaan emegercy medis yang menuntut tindakan yang tepat. Apabila retensi
urine tidak ditangani sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan terjadinya
penyulit yang memperberat mobilitas penderita yang bersangkutan, salah satu
trindakana yang dapat dilakukan dalam mengatasi retensi urine adalah dengan
menggunakan metode bladder trainning. Tujuan dari penelitian ini adlah unbtu7ng
mengetahui pengaruh bladder trainning terhadap kemampuan berkemih pada pasien
pria yang mengalami retensi urine. Desain penelitia ini menggunakan Non
equivalent contoh group dengan pretest-postest. Papolasi penelitian ini adlah
seluruh pasie pria menggunakan kateter. Instrumen menggunakan lembar observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bagwa terdapat perbedaan nilai rata-rata sebelun
dan setelah diberikan tindakan dimana pada pra nilai macam 3,35 menjadi
meningkat denga post yaitu macam dengan = 5,00. Uji statistik Wilcoxon Sign
Rank Test menunjukkan nilai p=0,001 atau lebih kecil dari α = 0,05, sehingga HA
(hipostesi Alternatif) diterima atau ada pengaruh Bladder Trainning terhadap
kemampuan berkemih pada pasien retendi urine di RSUD Bitung. Kesimpulannya
Bladder Trainning dapat meningkatkan kemampuan berkemih pada pasien retensi
urine yang terpasang kateter. Saran bagi perawat agar dapat meningkatkan pemahaman
pasien tentang pentingnya latihan Bladder Trainning bagi peningkatan kemampuan
berkemih pasien.
Adapula penelitian tentang efikasitamsulosin untuk
mengevaluasi efektivitas tamsulosin pada pasien BPH dengan retensi urine akut
diadili tanpa kateter (TWOC). Penelitian ini adala post test hanya-plasebo
desain kelompok membandikan sisa urine pada psien BPH dengan retensi urine akut
TWOC secara berkelompok diberikan tamsulosin dan plasebo. Khasiat kedua
kelompok dengan tamsulosin dan plasebo pada hari ke 3 dan 14 dianalisis
menggunakan uji Chi Square saat khasiat administrasi tamsulosin dan plasebo
pada hari ke-3 dan ke-14dianalisis menggunakan uju Mc Nemar. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa masih ada retensi urine pada 7 pasien (58,3%) dan 4 pasien
(44,4%). Pemulihan bersama pada waktu 3 hari dan tamsulosin administrasi,
sementara 5 pasien (55,6) yang menunjukkan pemulihan pada kelompok plasebo.
Perbedaannya tidak signifikandengan p = 0,670. Pasien yang putus TWOC pasa hari
ke 3 dan diberi tamsulosin sampai hari ke 14 menunjukkan retensi urine di 4
pasien (44,4%) dan pemulihan di 3 pasien (100%) sementara semua sampel yang
diberi plasebo menunjukkan retensi urine 5 pasien (55,5%), perbedaannya tidak
signifikan dengan p=0,025. Menindaklanjuti selama 3 hari di kelompok.
Tamsulosin yang memiliki retensi urine dalam penelitian ini, 3 pasien menjadi
bebas untuk retensi urine dan 4 pasien lainnya masih memiliki retensi urine.
Namun, dalam penel;itian ini, tidak ada perbedaak khasiat dengan p=1,025. Dalam
kelompok plasebo dengan retensi urine selama 3 hari administrasi masih
menunjukka retensi uri8ne setelah hari ke 14. Kesimpulan yang dapat diambil
tidak ada perbedaab statistik pada keberhasilan dari TWOC, antara kelompok
diberikan dengan 0.2mg tamsulosin dan plasebo kelompok, baik di ke 3-hari
maupun pada hari ke 143. Ada penguranga recatheterization karena kegagalan TWOC
dengan pasien yang diberi tamsulosin selama 14 hari.
Langganan:
Postingan (Atom)