Rabu, 13 April 2016

DIABETES MELLITUS GESTASIONAL (DMG)

DIABETES MELLITUS GESTASIONAL

KARYA TULIS ILMIAH (ASUHAN KEPERAWATAN Tn.A DENGAN BPH YANG MENGALAMI RETENSIO URINE DI RUANG BEDAH RSUD DR. R SOEDARSONO PASURUAN)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Begina Prostat Hyperpalpasi (BPH) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas, ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisum uretra (Smeltzer dab Bare, 2002). BPH merupakan kondidi patologis yang paling umum pada pria, dan sering terjadi pada usia 50 tahun keatas. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH sering lupa LUTS (lower urinary tractsymptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi maupun iritasi yang meliputi: frekuesi fiksi meningkat, urgensi, nukturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine (Haryono, 2013). Keluhan ini dapat berakibat buruk pada penderita dan jika tidak ditangani akan timbul diagnos keperawatan Retensio Urine berhubungan dengan obstruksi mekanik (pembesaran prostat) (Doengoes, 2002).
Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevanlensi Begina Prostat Hyperpalpasi (BPH) yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50-59 tahun prevalensinya mencapai hampir 25% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia sebagai gambaran hospital prevalensi di dua Rumah Sakit besar di Jakarja yaitu RSCM dan sumberwaras selama 3 tahun terdapat 1040 kasus (istikomah,2010). Berdasarkan data yang diperoleh di RSUD DR. R SOEDARSONO khususnya di Ruang Bedah jumlah pasien BPH pada tahun 2014 bulan November-Desember penderita sebanyak 18 pasien dan terdapat 9 pasien dengan diagnose keperawatan Retensio Urine berhubungan dengan obstruksi mekanik (pembesaran prostat).
Gejala iritatif yaitu sering miksi, terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disurea). Sedangkan gejala obstruksi adalah pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesytansi), harus mengedan (straining), kenceng terputus-putus (intermittency), dan waktu memiksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow. Pembesaran prostat terjadi perlahan-lahan pada traktus urinarius.Pada tahap awal terjadi pembesaran sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan retensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detusor dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya, serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang trabekulasi. Jika dilihat dari dalam veika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar diantara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompenansi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompenansi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi, sehingga terjadi retensi urine total yang berlanjut pada hidonefrosis dan disfungsi saluran kemih atas (Mansjoer, 2000).
Asuhan keperawatan pada pasien BPH sangat penting untuk dilakukan, karena bertujuan untuk mengetahui gejala dan tanda-tanda pasien BPH serta cara menangani pasien dengan diagnose BPH. Penilaian dan tahap awal juga sangat penting dilakukan untuk menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan pencegahan dan penanganan pada pasien BPH merupakan cara terbaik dalam menangani pasien dengan BPH agar tidak terjadi komplikasi brkelanjutan yang berakibat fatal bagi penderita. Untuk mencegah terjadinya penyakit BPH dapat dilakukan secara dini yaitu, melakukan perubahan gaya hidup dengan cara mengurangi makanan yang kaya akan lemak hewan dan juga mengupayakan agar kandung kemih tidak penuh (menahan untuk BAK) serat berolahraga secara teratur sesuai umur dan kondisi tubuh. Untuk itu, penulis ingin mengetahui dan memahami lebih lanjut tentang penanganan atau asuhan keperawatan terhadap pasien denga “BPH” yang tersusun sebagai study kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan BPH Yang Mengalami Retensio Urine di Ruang Bedah RSUD DR. R Soedarsono Pasuruan”.
1.2.            Batasan Masalah
Asuhan keperawatan pada Tn.A dengan BPH yang mengalami Retensio Urine di Ruang Bedah RSUD DR. R Soedarsono Pasuruan”.
1.3.            Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pasa Tn.A dengan BPH yang mengalami Retensio Urine di Ruang Bedah RSUD DR. R Soedarsono Pasuruan?
1.4.            Tujuan Study Kasus
1.4.1.      Tujuan Umum
Memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan BPH yang mengalami Retensio Urine berhubungan dengan obstruksi mekanik (pembesaran prostat).
1.4.2.      Tujuan Khusus
1.            mampu melaksanakan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan sistem perkemihan (BPH)
2.            mampu menegakkan diagnosa keperawatan sesuai masalah dan membuat prioritas masalah
3.            mampu membuat rencana tindakan dan rasional terhadap praktek nyata sesuai dengan masalah yang diprioritaskan
4.            mampu melaksanakan tindakan dalam praktek nyata sesuai dengan masalah yang telah diprioritaskan
5.            mampu mengevaluasi hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan pada pasien BPH
1.5.            Manfaat Study Kasus
1.5.1.      Praktis
1.            Supaya pasien dan keluarga bias mengerti gambaran umum tentang BPH beserta perawatan yang benar, bagi pasien agar penderita mendapat perawatan yang tepat dalam keluarganya.
2.            Dapat dipakai untuk acuan dalam melakukan asuhan keperawatan bagi pasien khususnya dengan gangguan sitem perkemihan: BPH dan melakukan pencegahan serta member penyuluhan kepada pasien BPH
1.5.2.      Teoritis
Hasil study kasus ini diharapkan dapat menjadi kepustakaan untuk meningkatkan pengetahuan pembaca agar dapat mencaga diri maupun orang disekitarnya agar tidak terkena BPH dab ubtuk melakukan perawatan yang benar pada orang yang menderita BPH.


BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1              Konsep BPH
2.1.1        Definisi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker,(Corwin,2000). Hiperplasia prostat jinak adalan penyakit yang disebabkan oleh penuaan (Price Wilson, 2005). Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran prostat jinak yang bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasie fibromuskular. Namun 0orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat, namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C, 2004). Begina Prostat Hyperplasiadalah suatu keadaan dimanan kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang,ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran kemih dengan menutupi orifisum uretra. BPH merupakan kondisi patoogis yang paling umum pada pria (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pembesaran prostat benigna atau bisa disebut dengan BPH sering ditemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah benign prostatic hyperplasiasebenarnya merupakan istilah histopatologis yaitu terdapat hiperplasia sel-sel epitel kelenjar prostat. Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosterone, yang di dalam sel kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT)dengan bantuan enzim 5a-reduktase. Dihidrotestosteron inilah secara langsung memicu m-RNA di dalam

sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein . growth factoryang memacu pertumbuhan dan poliferasi sel kelenjar prostat. Pada usia lanjut beberapa proa mengalami pembesaran sel prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urine sehingga menimbilkan gangguan miksi (Purnomo, 2001)
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doegnoes, 2002).
2.1.2        Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
Sisitem perkemihan adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga dara bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larutan dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih) (speakman, 2008). Susunan sistem perkemihan terdiri atas : dua ginjal yang menghasilkan urine dan dua ureter yang membawa urine dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), satu vesika urinaria tempat urine terkumpulkan, dan satu uretraurine dikeluarkan dari vesika urinaria (Panahi, 2010).
1.     Ginjal
       Ginjal adalah suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen.Bentuk ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita.

a.       Uji fungsi ginjal terdiri dari :
1)      Uji protein (albumin). Bila ada kerusakan pada glomerulus atau tubulus, maka protein dapat bocor dan masuk ke urine.
2)      Uji konsentrasi ureum darah. Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum maka ureum darah naik di atas kadar normal 20-40 mg%.
3)      Uji konsentrasi. Pada uji ini dilarang makan dan minum selama 12 jam untuk melihat sampai berapa tinggi berat jenis naiknya.
b.      Struktur ginjal
        Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua.Lapisan luar terdiri dari lapisan korteks (subtansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla (subtansia medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid.Puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.Masing-masing piramid dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah renalis 15-16 buah.
        Garis-garis yang terlihat di piramid disebut tubulus nefron yang merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal (tubulus kontorti satu), ansa henle, tubulus distal (tubulus kontorti dua) dan tubulus urinarius (papilla vateri).
       Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-lubang yang terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk simpul dari kapiler satu badan malfigi yang disebut glomerulus.Pembuluh aferen yang bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior.
c.       Fungsi ginjal
1)      Mengatur volume air (cairan dalam tubuh). Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang diekskresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal.
2)      Mengatur keseimbangan osmitik dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam yang berlebihan/penyakit perdarahan (diare, muntah) ginjal akan meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting (mis. Na, K, Cl, Ca dan posfat).
3)  Mengatur keseimbangan asam-basa cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan menghasilkan urine yang bersifat agak asam, pH kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolism protein. Apabila banyak makan sayursayuran, urine akan bersifat basa. pH urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahan pH darah.
4)      Ekskresi sisa hasil metabolism (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil  metabolism hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
5)      Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin aldesteron) membentuk eritripoiesis mempunyai peranan penting untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).
6)      Di samping itu ginjal juga membentuk hormone dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorsi ion kalsium di usus.
a)      Filtrasi glomerulus
     Kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeabel terhadap protein plasma yang lebih besar dan permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil sepeti elektrolit, asam amino, glukosa dan sisa nitrogen. Glomerulus mengalami kenaikan tekanan darah  90 mmHg. Kenaikan ini terjadi karena anteriole aferen yang mengarah ke glomerulus mempunyai diameter yang lebih besar dan memberikan sedikit tahanan dari kapiler yang lain. Darah didorong ke dalam ruangan yang lebih kecil, sehingga darah mending air dan partikel yang terlarutdalam plasma masuk ke dalam kapsula bowman.Tekanan darah terhadap dinding pembuluh ini disebut tekanan hidrostatik (TH).Gerakan masuknya ke dalam kapsula bowman disebut sebagai filtrasi glomerulus.
     Tiga faktor pada proses filtrasi dalam kapsula bowman menggambarkan integrasi ketiga faktor tersebut yaitu:
1))   Tekanan osmitik (TO).
    Tekanan yang dikeluarkan oleh air (sebagai pelarut) pada membrane semipermeabel sebagai usaha untuk menembus membrane semipermeabel ke dalam area yang mengandung lebih banyak molekul yang dapat melewati membrane semipermeabel. Pori-pori dalam kapiler glomerulus membuat membrane semipermeabel memungkinkan untuk melewati yang lebih kecil dari air tetapi mencegah molekul yang lebih besar misalnya protein dan plasma.
2))   Tekanan hidroststik (TH).
     Sekitar 15 mmHg dihasilkan oleh adanya filtrasi dalam kapsula dan berlawanan dengan tekanan hidrostatik darah.Filtrasi juga mengeluarkan tekanan osmitik 1-3 mmHg yang berlawanan dengan osmitik darah.
      Perbedaan tekanan osmitik
    Plasma dengan cairan dalam kapsula bowman mencerminkan perbedaan kosentrasi protein, perbedaan ini menimbulkan pori-pori kapiler mencegah protein plasma untuk difiltrasi.
    Tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmitik filtrat kapsula bowman bekerja sama untuk meningkatkan gerakan air dan molekul permeabel, molekul permeabel kecil dari plasma masuk ke dalam kapsula bowman.
b)      Proses pembentukan urine
    Glomerulus berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai bowman, berfungsi untuk menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus berlanjut ke ureter.Urine berasal dari darah yang di bawa arteri renalis masuk kedalam ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah.
      Ada tiga tahap pembentukan urine:
1))   Proses filtrasi
     Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah.Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein.Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat dan lain-lain, yang diteruskan ke tubulus ginjal.
2))   Proses reabsorpsi
     Proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal oblogator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas.Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tublus bagian bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3))   Proses sekresi
    Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.
c)      Perdarahan darah ginjal
     ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabanganarteri arteri renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan.Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri arkuata.Arteri interloburalis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disebut glomerulus.Glomerulus ini dikelilingi oleh alat yang disebut simpai bowman.Di sini terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
d)     Persarafan ginjal
     Ginjal mendapat persarafan dari pleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembu;uh darah yang masuk ginjal. Di atas ginjal terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan kelenjar buntu yang menghasilkan dua macam hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison.Adrenal dihasilkan oleh medulla.
e)      Reabsorpsi dan sekresi tubulus
   Sewaktu filtrat glomerulus memasuki tubulus ginjal, filtrat ini mengalir melalui bagian-bagian tubulus. Sebelum diekskresikan sebagai urine beberapa zat diabsorpsi kembali secara selektif dari tbulus dan kembali ke dalam darah, sedangkan yang lain de sekresikandari darah ke dalam lumen tubulus. Pada akhirnya urine terbentuk dan semua zat dalam urine akan menggambarkan penjumlahan dari tiga proses dasar ginjal (filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus dan sekresi tubulus).
1))   Reabsorpsi tubulus
    Ginjal menangani beberapa zat yang  yang difiltrasi secara bebas dalam ginjaldan diabsorpsi dengan kecepatan yang berbeda. Kecepatan masing-masing zat dapat dihitung sebagi berikut. Filtrasi – Kecepatan filtrasi glomerulus x Kecepatan plasma
    Penghitungan ini menganggap bahwa zat-zat difiltrasi secara bebas dan tidak terikat pada protein plasma.Kebanyakan zat proses filtrasi golmerulus dan reabsorpsi tubulus secara kuntitatif relatif sangat besar terhadap sekresi urine. Sedikit saja perubahan pada filtrasi glomerulus atau reabsorpsi secara potensial dapat menyebabkan perubahan yang relatif besar.Beberapa produk buangan seperti ureum dan kreatinin sulit diabsorpsi dari tubulus dan diekskresi dalam jumlah yang relatif besar.
    Mekanisme pasif. Zat yang akan diabsorpsi harus ditranspor melintasi membran epitel tubulus ke dalam cairan interstisial ginjal, melalui kapiler peri tubulus kembali ke dalam darah. Reabsorpsi melalui epitel tubulus ke dalam darah, misalnya air dan zat terlarut dapat ditranpor melalui membran selnya sendiri (jalur transeluler) atau melalui ruang sambungan antar-sel (jalur para seluler). Setelah diabsorpsi melalui sel epitel tubulus ke dalam cairan interstisial air dan zat terlarut ditranpor melalui dinding kapiler ke dalam darah dengan cara ultrafiltrasi yang diperantarai oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid.
    Traspor aktif mendorong suatu zat terlarut melawan gradien elektrokimia dan membutuhkan energi yang berasal dari metabolisme.Transpor yang berhubungan langsung dengan suatu sumber energi seperti hidrolisis adenosin trifosfat (ATF) disebut transfor aktif primer.Transpor yang tidak berhubungan secara langsung dengan suatu sumber energi seperti yang diakibatkan oleh gradien ion, disebut transpor aktif sekunder.
2))   Reabsorpsi tubulus proksimal
   Secara normal sekitar 65% dari muatan natrium dan air yang difiltrasi dan nilai persentase terendah dari klorida akan diabsorpsi oleh tubulus proksimal sebelum filtrat mencapai ansa henle. Persentase ini dapat meningkat atau menurun dalam berbagai kondisi fisiologis.
   Sel tubuh proksimal mempunyai banyak sekali brush boerder. Permukaan membran brush boerder dimuati molekul protein yang mentranspor ion natrium melewati membran lumen yang bertalian dengan mekanisme transpor nutrien organik (asam amino dan glukosa). Tubulus proksimal merupakan tempat penting untuk sekresi asam dan basa, organik seperti garam garam empedu, oksalat, urat, dan katekolamin.
   Regulasi reabsorpsi tubulus penting untuk mempertahankan suatu keseimbangan yang tepat antara reabsorpsi tubulus dan filtrasi glomerulus. Adanya mekanisme saraf, faktor hormonal, dan kontrol setempat yang meregulasi reabsorpsi tubulus untuk mengatur filtrasi glomerulus maka reabsorpsi beberapa zat terlarut dapat diatur secara bebas terpisah dari yang lain terutama melalui mekanisme pengontrolan hormonal.
2.     Ureter
    Terdiri dari 2 saluran pipa, masing–masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria), panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter  sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis

Lapisan dinding abdomen terdiri dari:
a.       Dinding luar jaringan ikat (jarinagn fibrosa)
b.      Lapisan tengah lapisan otot polos
c.       Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
      Lapisan didnding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kamih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urine melalui ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
    Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh peritoneum.Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe berasal dari pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
        Pars abdominalis ureter dalam kavum abdomen ureter terletak di belakang peritoneum sebelah media anterior m. psoas mayor dan ditutupi oleh fasia subserosa. Vasa spermatika/ovarika interna menyilang ureter secara oblique, selanjutnya ureter akan mencapai kavum pelvis dan menyilang arteri iliaka eksterna.
      Ureter kanan terletak pada parscdesendens duodenum. Sewaktu turun ke bawah terdapat di kanan bawah dan disilang oleh kolon dekstra dan vosa iliaka iliokolika, dekat apertura pelvis akan dilewati oleh bagian bawah mesenterium dan bagian akhir ilium. Ureter kiri disilang oleh vasa koplika sinistra dekat apertura pelvis superior dan berjalan di belakang kolon sigmoid dan mesenterium.
       Pars pelvis ureter berjalan pada bagian dinding lateral pada kavum pelvis sepanjang tepi anterior dari insura iskhiadikamayor dan tertutup olehperitoneum. Ureter dapt ditemukan di depan arterihipogastrikabagian dalam nervus obturatoris arterivasialia anterior dan arteri hemoroidalis media. Pada bagian bawah insura iskhiadika mayor, ureter agak miring ke bagian medial untuk mencapai sudut lateral dari vesika urinaria.
       Ureter pada pria terdapat di dalam visura seminalis atas dan disilang oleh duktus deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis. Selanjutnya ureter berjalan oblique sepanjang 2 cm di dalam dinding vesika urinaria pada sudut lateral dari trigonum vesika. Sewaktu menembus vesika urinaria, dinding atas dan dinding bawah ureter akan tertutup dan pada waktu vesika urinaria penuh akan membentuk katup (valvula) dan mencegah pengambilan urine dari vesika urinaria.
      Ureter pada wanita terdapat di belakang fossa ovarika urinaria dan berjalan ke bagian medial dan ke depan bagian lateralis serviks uteri bagian atas, vagina untuk mencapai fundus vesika urinaria. Dalam perjalanannya, ureter didampingi oleh arteri uterina sepanjang 2,5 cm dan selanjutnya arteri ini menyilang ureter dan menuju ke atas di antara lapisan ligamentum. Ureter mempunyai 2 cm dari sisi serviks uteri. Ada tiga tempat yang penting dari ureter yang mudah terjadi penyumbatan yaitu pada sambungan ureter pelvis diameter 2 mm, penyilangan vosa iliaka diameter 4 mm dan pada saat masuk ke vesika urinaria yang berdiameter 1-5 cm.
a.       Pembuluh darah ureter
1)      Arteri renalis
2)      Arteri spermatika interna
3)      Arteri hipogastrika
4)      Arteri vesika inferior
b.      Persarafan ureter
       Persarafan ureter merupakan cabang dari pleksus mesenterikus inferior, pleksusspermatikus, dan pleksu pelvis; seperti dari nervus; rantai eferens dan nervus vagusrantai eferen dari nervus torakalis ke-11 dan ke-12, nervus lumbalis ke-1, dan nervus vagus mempunyai rantai aferen untuk ureter.
3.     Vesika urinaria
      Vesika urinaria (kandung kemih) dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis medius.

a.       Bagian vesika urinaria terdiri dari:
1)      Fundus yaitu, bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferen, vesika seminalis dan prostat.
2)      Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3)      Verteks, bagian yang mancung ke arah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
     Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium), tunika muskularis (lapisan otot), tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).Pembuluh limfe vesika urinaria mengalirkan cairan limfe ke dalam nadi limfatik iliaka interna dan eksterna.
b.      Lapisan otot vesika urinaria
    Lapisan otot vesika urinaria terdiri dari otot polos yang tersusun dan saling berkaitan dan disebut m. detrusor vesikae.Peredaran darah vesika urinaria berasal dari arteri vesikalis superior dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna.Venanya membentuk pleksus venosus vesikalis yang berhubungan dengan pleksus prostatikus yang mengalirkan darah ke vena iliaka interna.
1)      Persarafan vesika urinaria
     Persarafan vesika urinaria berasal dari pleksus hipogastrika inferior.Serabut ganglion simpatikus berasal dari ganglion lumbalis ke-1 dan ke-2 yang berjalan turun ke vesika urinaria melalui pleksus hipogastrikus.Serabut preganglion parasimpatis yang keluar dari nervus splenikus pelvis yang berasal dari nervus sakralis 2, 3 dan 4 berjalan melalui hipogastrikus inferior mencapai dinding vesika urinaria.Sebagian besar serabut aferen sensoris yan g keluar dari vesika urinaria menuju sistem susunan saraf pusat melalui nervus splanikus pelvikus berjalan bersama saraf simpatis melalui pleksus hipogastrikus masuk kedalam segmen lumbal ke-1 dan ke-2 medula spinalis. 
4.     Uretra
   Uretara merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar.

a.       Uretra pria
  Pada laki-laki uretra berjalan berkelok kelok melalaui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang fubis ke bagian penis panjangnya ± 20 cm. uretra pada laki-laki terdiri dari:
1)      Uretra prostatia
2)      Uretra membranosa
3)      Uretra kevernosa
  Lapisan uretra laki-lakin terdiri lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa.Uretra mulai dari orifisium uretra interna di dalam vesika urinaria sampai orifisium eksterna. Pada penis panjangnya 17,5-20 cm  yang terdiri dari bagian-bagian berikut:
a)      Uretra prostatika merupakan saluran terlebar panjangnya 3 cm, berjalan hampir vertikulum melalui glandula prostat , mulai dari basis sampai ke apaks dan lebih dekat ke permukaan anterior.
b)      Uretra pars membranasea ini merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal, berjalan mengarah ke bawah dan ke depan di antara apaks glandula prostata dan bulbus uretra. Pars membranesea menembus diagfragma urogenitalis, panjangnya kira-kira 2,5 cm, di belakang simfisis pubis diliputi oleh jaringan sfingter uretra membranasea. Di depan saluran ini terdapat vena dorsalis penis yang mencapai pelvis di antara ligamentum transversal pelvis dan ligamentum arquarta pubis.
c)      Uretra pars kavernosus merupakan saluran terpanjang dari uretra dan terdapat di dalam korpus kavernosus uretra, panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari pars membranasea sampai ke orifisium dari diafragma urogenitalis. Pars kavernosus uretra berjalan ke depan dan ke atas menuju bagian depan simfisis pubis. Pada keadaan penis berkontraksi, pars kavernosus akan membelok ke bawah dan ke depan. Pars kavernosus ini dangkal sesuai dengan korpus penis 6 mm dan berdilatasi ke belakang. Bagian depan berdilatasi di dalam glans penis yang akan membentuk fossa navikularis uretra.Oriifisium uretra eksterna merupakan bagian erektor yang paling berkontraksi berupa sebuah celah vertikal ditutupi oleh kedua sisi bibir kecil dan panjangnya 6 mm. glandula uretralis yang akan bermuara ke dalam uretra dibagi dalam dua bagian, yaitu glandula dan lakuna. Glandula terdapat di bawah tunika mukosa di dalam korpus kavernosus uretra (glandula pars uretralis). Lakuna bagian dalam epitelium. Lakuna yang lebih besar dipermukaan atas di sebut lakuna magma orifisium dan lakuna ini menyebar ke depan sehingga dengan mudah menghalangi ujung kateter  yang dilalui sepanjang saluran.
b.      Prostat
    Prostat adalah organ genital yang hanya ditemukan pada pria karena merupakan hasil cairan semen yang hanya dihasilkan oleh pria.Prostat berbentuk pyramid, tersusun atas jaringan fibromuskular yang mengandung kelenjar. Prostat pada umumnya memiliki ukuran dengan panjang 1,25 inci atau kira-kira 3cm, mengelilingi ureter pria. Dalam hubungannya dengan orang lain, batas atas prostat bersambung dengan leher bledder atau kandung kemih. Didalam prostat didapati uretra.Sedangkan batas bawah prostat yakni ujung prostat bermuara ke eksternal spinkter bladder yang terbentang diantara lapisan peritoneal. Pada bagian depannya terdapat simfisis pubis yang dipiisahkan  oleh lapisan ekstraperitoneal. Lapisan tersebut dinamakan cave of Retzius atau ruang retropubik. Bagian belakangnya dekat dengan rectum, dipisahkan oleh fasica Dennonfi(Groat, 2010).

Gambar 2.5 : prostat
       Prostat memiliki lapisan pembungkus yang disebut dengan kapsul. Kapsul ini terdiri dari
             2 lapisan yaitu :
1)      True capsule : lapisan fibrosa tipis  pada bagian luar prostat
2)      False capsule : lapisan ekstraperitoneal yang saling bersambung, menyelimuti bladder atau kandung kemih. Sedangkan fascia denowiliers berada pada bagian belakang. (Geoat, 2010)
      Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sekitar inferior buli-buli yang melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran organ intim ini dapat menyumbat uretra parsprostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli bentuknya sebesar buah kenari dengan berat pada normal dewasa kurang lebih 20gram (Purnomo,2001)
a)      Mikturisi
      Mikturisis adalah peristiwa pembentukan urine.Karena dibuat di dalam, urine mengalir melalaui ureter ke kandung kencing. Keinginan membuang air kecil disebabkan penambahan tekanan di dalam kandung kencing, dan tekanan ini di sebabkan isi urone di dalamnya. Hal ini terjadi bila tertimbun  170 sampai 230 ml. mikturisi adalah gerak reflek yang dapat dikendalikan dan ditahan oleh pusat-pusat persarafan yang lebih tinggi pada manusia. Gerakannya ditimbulkan kontraksi otot abdominal yang menambah tekanan di dalam rongga abdomen, dan berbagai organ yang menekan kandung kemcing membantu mengosongkannya.Kandung kencing dikendalikan saraf pelvis dan serabut saraf simpatis dari pleksus hipogastrik.
1))   Ciri-ciri urine yang normal
      Jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari, tetapi beda-beda sesaui jumlah cairan yang dimasukan.Banyaknya bertambah pula bila terlampau banyak protain dimakan, sehingga tersedia cukup cairan yang diperlukan untuk melarutkan ureanya.
a))    Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, tetapi adakalanya jenjot lendir tipis tanpak terapung di dalamnya.
b))   Baunya tajam.
c))    Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.
d))   Berat jenis berkisat dari 1010 sampai 1025.
2))   Komposisi urine normal
      Urine terutama terdiri atas air, urea, dan natrium klorida. Pada seseorang yang menggunakan diet yang rata-rata berisi 80 sampai 100 gram protein dalam 24 jam, jumlah persen air dan benda padat dalam urine adalah seperti berikut:
a))    Air 96%
b))   Benda padat     4% (terdiri atas urei 2% dan produk metabolik lain 2%)
      Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein.Berasal dari asam amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 30 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum. Asam urat. Kadar normal asam urat di dalam darah adalah 2 sampai 3 mg setiap 100 cm, sedangkan 1,5 sampai 2 mg setiap hari diekskresikan ke dalam urine. Kretin adalah hasil buangan kreatin dalam otot. Produk metabolisme lain mencangkup benda-benda purin, oksalat, fosfat, sulfat, dan urat. Elektrolit atau garam, seperti natrium kalsium dan kalium klorida, diekskresikan untuk mengimbangijSumlah yang masuk melalui mulut.
2.1.3        Etiologi
            Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya BPH yaitu testis dan usia lanjut. Karena etiologi belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga menimbulkan BPH antara lain:
1.      Teori DHT (dihidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.
2.      Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel.
3.      Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
4.      Teori growth factors. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor-b (TGF-b), akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.
2.1.4        Patofisiologi
           Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius.Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.
            Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel.
          Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
2.1.5        Manifestasi Klinis
            Menurut Mansjoer ( 2000) gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1.      Gejala Obstruktif yaitu :
a.       Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan  
      mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor kandung kemih
         memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
         guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b.      Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
     karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan
     intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c.       Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d.      Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor  
   memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2.      Gejala Iritasi yaitu :
a.       Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b.      Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c.       Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
          Efek yang dapat terjadi akibat hipertropi prostat :
1)      Terhadap uretra
   Bila lobus medius membesar, biasanya arah ke atas mengakibatkan uretra pars prostatika bertambah panjang, dan oleh karena fiksasi ductus ejaculatorius maka perpanjangan akan berputar dan mengakibatkan sumbatan.
2)      Terhadap vesica urinaria
     Pada vesica urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat dari proses kompensasi, dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yang mengalami depresi (lekukan) yang disebut potensial divertikula.
    Pada proses yang lebih lama akan terjadi dekompensasi dari pada otot-otot yang hypertropi dan akibatnya terjadi atonia (tidak ada kekuatan) dari pada otot-otot tersebut. Kalau pembesaran terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu post prostatika pouch, ini adalah kantong yang terdapat pada kandung kemih dibelakang medial lobe. Post prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine (urine yang tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya batu-batu di kandung kemih.
3)      Terhadap ureter dan ginjal
     Kalau keadaan uretra vesica valve baik, maka tekanan ke ekstra vesikel tidak diteruskan ke atas, tetapi bila valve ini rusak maka tekanan diteruskan ke atas, akibatnya otot-otot calyces, pelvis, ureter sendiri mengalami hipertropy dan akan mengakibatkan hidronefrosis dan akibat lanjut uremia.
4)      Terhadap sex organ
      Mula-mula libido meningkat, tetapi akhirnya libido menurun.
2.1.6        Pathway
 
2.1.7        Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan colok dubur
     Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rectum, kelaian seperti benjolan dalan rectum dan prostat.Pada perabaan melelui colok dubur dapat diperhatikn konsistensi prostat, adakan simestri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat diraba.Derajar berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urine setelah miksi spontan.Sisa miksi ditentukan dengan mengukur urine yang masih dapat keluar dengan kateterisasi.Sisa urine dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi.
Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi prostat
a.       Rectal grading
     Rectal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan kandung kemih kosong.Sebab bila kandung kemih penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian.Dengan rectal toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan rectum.Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade. Pembagian grade sebagai berikut :
0 – 1 cm……….: Grade 0
1 – 2 cm……….: Grade 1
2 – 3 cm……….: Grade 2
3 – 4 cm……….: Grade 3
Lebih 4 cm…….: Grade 4
        Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading maka didapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk menentukan macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1), maka terapi yang baik adalah T.U.R (Trans Uretral Resection) Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.
b.      Clinical grading
  Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine. Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kemih sampai selesai, kemudian dimasukkan catheter ke dalam kandung kemih untuk mengukur sisa urine.
         Sisa urine 0 cc……………….…… Normal
Sisa urine 0 – 50 cc…………….…. Grade 1
Sisa urine 50 – 150 cc………………Grade 2
Sisa urine >150 cc…………………..Grade 3
Sama sekali tidak bisa kemih………..Grade 4
c.       Intra uretra grading.
       Untuk melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra. Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan penendoskopy dan sudah menjadi bidang dari urology yang spesifik.
2.      Pemeriksaan  Laboratorium
a.       Pemeriksaan  darah  lengkap,  faal  ginjal,  serum  elektrolit  dan  kadar  gula  digunakan  untuk  memperoleh  data  dasar  keadaan  umum  pasien.
b.      Pemeriksaan  urine  lengkap  dan  kultur. PSA  (Prostatik  Spesific  Antigen)  penting diperiksa  sebagai kewaspadaan  adanya  keganasan.
2.1.8        Penatalaksanaan
            Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinisa.
1.      Grade I
    Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa, seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
2.      Grade II
   Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksiendoskopi melalui uretra (trans uretra).
3.      Grade III
       Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
4.      grade IV
      Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa.Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.
         Menurut Rudi Haryono (2013) dalam penatalaksanaan pada pasien dengan BPH yaitu :
a)      Terapi medika mentosa
1)      penghambat andregenik α, misalnya prazosin, doxazosiin, alfluzosin atau α 1 α (tamsulosein)
2)      penghambat enzim 5- α reduktase, misalnya finasteride (pocar)
3)      fitoterapi, misalnya eviprostat
b)  Terapi bedah : waktu penanganan untuk pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan  komplikasi. Indikasi terapi bedah yaitu :
1)      rete       nsio urine bereulang
2)      hernaturia
3)      tanda penurunan fungsi ginjal
4)      infeksi saluran kencing berulang
5)      tanda-tanda obstruksi berat yaitu di vertikel, hidroureter, dan hidronefrosis
6)      ada batu saluran kemih
       macam-macam tindakan pada pasien BPH :
c)      Prostatektomi
    Ada   berbagai   macam   prostatektomi   yang   dapat   dilakukan   yang   masing-   masingmempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :
d)     Prostatektomi Supra pubis
    Prostatektomi Supra pubisadalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatuinsisi   yang   dibuat   kedalam   kandung   kemih   dan   kelenjar   prostat   diangkat   dari   atas.Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasidapat terjadi seperti kehilangan darah lebih banyak dibanding metode yang lain. Kerugianlainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen
    mayor, seperti kontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis,serta pemulihan lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini adalahsecara teknis sederhana, memberika area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasiuntuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit, sertapengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan.
1)) Prostatektomi  Perineal    
    Prostatektomi  Perinealadalah mengangkat kelenjar melalui suatu  insisi dalam  perineum. Cara ini lebihpraktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Keuntungan yanglain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh bantuan gravitasi, efektifuntuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka mortalitasrendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resikobedah buruk bagi pasien sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudahterkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia,impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi   dari cara ini. Kerugian lain adalahkemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta  bidang operatif terbatas.
2)) Prostatektomi retropubik
    Prostatektomi retropubikadalah suatu teknik yang lebih  umum dibanding pendekatan suprapubik dimana insisiabdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis   dan kandungkemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yangterletak tinggi dalam pubis.Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik danletak bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis.Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitanserta insiden hemorargi akibat pleksus venosa prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebihsingkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.
a)) Insisi Prostat Transuretral ( TUIP)
    Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra.Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekananprostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjarprostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH.Cara ini dapat dilakukan  di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah dibanding cara lainnya
b)) TURP ( Trans Uretral Reseksi Prostat )
 TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakanresektroskop,   dimana   resektroskop   merupakan   endoskop   dengan   tabung   10-3-F   untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkandengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakantindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikanterhadap potensi kesembuhan.Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaranantara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi.Cairan irigasi digunakan secara terus-menerusdengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengangranulasi dan reepitelisasi uretra parsprostatika(Anonim,FK UI,1995).Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kandingkemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudiankateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasidan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.TURP masih merupakan standar emas.Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedangsampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalanioperasi.KomplikasiTURPjangka pendekadalahperdarahan,   infeksi, hiponatremia atauretensio oleh karena bekuan darah.Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah strikturauretra,ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobatipenyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian
2.1.9        Komplikasi
1.      Anterosklerosis
2.      Infrak jantung
3.      Imponten
4.      Hameoragik post operasi
5.      Fistula
6.      Struktur pasca operasi dan incontinentia urine
7.      Infeksi (Haryono, 2013)

2.2              Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1.      Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan. Hal ini disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasien baik sebai individu, keluarga maupun masyarakat (Nursalam, 2010)
2.2.2.      Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam, 2010).
1.      Biodata
    Mencakup identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, no.medrek, Ds.medis, tanggal masuk, dan tanggal pengkajian.
2.      Riwayat kesehatan
a.       Keluhan utama
       Pada kasus BPH, diemukan keluhan utama adanya tanda pancaran miksi lemah, miksi tidak puas, menetes setelah miksi.
b.      Riwayat kesehatan/penyakit sekarang
   Riwayat penyakit sekarang ditemukan pada saat pengkajian yang sedang dijabarkan dari keluhan utama.
c.       Riwayat kesehatan dahulu
     Saat dikaji pasien BPH biasanya didapat riwayat penyakit hernia, dan penyakit saluran pada perkemihan.
d.      Riwayat kesehatan keluarga
     Riwayat penyakit pada keluarga tidak ada pengaruh dengan munculnya penyakit BPH, karena penyakit BPH disebabkan oleh faktor usia dan faktor pekerjaan.
      Dasar data pengkajian pasien :
1)      Sirkulasi
       Peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
2)      Eliminasi
a)      Gejala
1)) Penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine ; tetesan
2)) Keragu-raguan pada berkemih awal
3)) Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih
4)) Nokturia, disuria, hernaturia
5)) Duduk untuk berkemih
6)) ISK berulang, riwayat batu (status urinaria)
7)) Konstipasi (protrusi prostat keadaan rektum)
b)      Tanda
1)) Massa padat di bawah abdomen bawah (detensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih.
2)) Hernia inguinalis : hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yabg memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan)
c)      Makanan/cairan 
      Gejala : Anoreksia mual muntah, penurunan berat badan
d)     Nyeri/kenyamanan
     Gejala : nyeri suprapubis, pinggul atau punggung ; tajam, kuat (pada prostatis akut), setrta nyeri punggung bawah
1)) Keamanan
     Gejala : demam
2)) Seksualitas
    Gejala : masalah tentang efek kondisi terapi pada ketidakmampuan seksual, tidak inkontyinensia selama berhubungan intim, penurunan tekanan kontraksi ejakulasi
     Tanda : pembesaran prostat dan nyeri tekan prostat
3)) Penyuluhan/pembelajaran
    Gejala : riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal, penggunaan antidepresan, antibiotik urinaria atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.
     Pertimbangan :
    DRG menunjukkan rerata lama dirawat 2,2 hari
    Rencana pemulangan
    Memerlukan bantuan dengan manajemen terapi, contoh kateter (Doenges,2002)

2.2.3.      Diagnosa dan Rencana Keperawatan
     No
         Diagnosa
             Kriteria Hasil
                 Intervensi
                  Rasional
          1             
          Retensio urine (akut/kronik)

          Dapat dihubungkan dengan :
1.         Obstruksi mekanik : pembesaran prostat
2.         Dekompensasi otot detrusor
3.         Ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi adekuat

          Kemungkinan dibuktikan oleh :
1.      Frekuensi keragu-raguan, ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, inkontinensia/menetes
2.      Distensi kandung kemih, residu urine
1.      Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih
2.      Menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50ml; dengan tak adanya tetesan/kelebihan aliran
4.         Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
        Meminimakan retensi berlebihan pada kandung kemih
5.         Tanyakan pasien tentang inkontinensia stress
         Tekanan ureteral tinggi menghambat pengosongan kandung kemih atau dapat menghambat berkemih sampai tekanan abdominal meningkat cukup untuk mengeluarkan urine secara tidak sadar
6.         Observasi aliran urine perhatikan ukuran dan kekecutan
         Berguna untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan inter vensi
7.         Awasi dan catat waktu serta jumlah tiap berkemih. Perhatikan penurunan haluan urine dan perubahan berat jenis
         Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas, yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Adanya defisit aliran darah ke ginjal mengganggu kemampuannya untuk memfilter dan mengkonsentrasi substansi
8.         Perkusi/palpasi area suprapubik
         Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area supra pubik
9.         Dorong masukkan cairan sampai 3000ml sehari, dalam toleransi jantung, bila diindikasikan
         Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
10.     Awasi tanda vital dengan ketat, observasi hipertensi, edema perifer/dependen, perubahan mental. Timbang tiap hari. Pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat.
        Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik; dapat berlanjut ke penurunan ginjal total
11.     Berikan/dorong kateter lain dan perawatan perineal
       Menurunkan resiko infeksi asenden
12.     Berikan rendam duduk sesuai indikasi
        Meningkatkan relaksasi oto, penurunan edema, dan dapat meningkatkan upaya berkemih
13.     Berikan obat sesuai indikasi Antispasmodik, contoh : oksibutinik klorida (Ditropan)
         Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi kateter
          2
         Nyeri (akut)
          Dapat dihubungkan dengan :
1.      Iritasi mukosa
2.      Distensi kandung kemih
3.      Kolik ginjal
4.      Infeksi urinaria
5.      Terapi radiasi

         Kemungkinan dibuktikan oleh :
1.      Keluhan nyeri (kandung kemih/spasme rectal)
2.      Penyempitan focus; perubakan tonus otot, meringis, perilaku distrasi, gelisah
3.      Respon otonomik
1.      Melaporkan nyeri hilang/terkontrol
2.      Tampak rol;eks
3.      Mampu untuk tidur/istirahat dengan cepat
6.      Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya
          Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/keefektifan intervensi
7.      Plester selang dreinase pada paha dan kateter pada abdomen (bila traksi tidak diperlukan)
         Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-skrotal
8.      Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
         Tirah baring mungkin diperlukan pada tahap awal selama fase retensi akut, namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik
9.      Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung pembantu pasien melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi/latihan nafas dalam, aktivitas terapeutik
        Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat ,meningkatkan kemampuan koping
10.  Dorong menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk parineum
        Meningkatkan relaksasi oror
11.  Berikan obat sesuai indikasi : Narkotok : contoh eperidin (demerol)
         Diberika untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi dan fisik
          3         
         Kekurangan volume cairan

         Faktor resiko meliputi :
1.      Pasca obstruksi disuresis dari dreinase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis
2.      Endokrin, ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi ginjal)

         Mungkin dibuktikan oleh :
1.      (tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dari gejala-gejala membuat diagnose actual)
1.      Mempertahankan dehidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik, dan membran mukosa lembab
3.      Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan, perhatikan keluaran 100-200 ml/jam
        Diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena katidakcukupan jumlah natrium diabsirbsi dalam tubulus ginjal
4.      Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu
        Pasin dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol ginjal urinaria, homeostatik pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi/hipovolemia
5.      Awasi TD, nasdi dengan sering. Evaluasi pengisisan kapiler dan membrane mukosa oral
        Memampukan deteksi dini/intervensi hipovolemik sistematik
6.      Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi
       Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostatis sirkulasi
7.      Berikan cairan IV (garam faal hipertonik)
       Menggantikan kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah/mempengaruhi kipervolemia
            4       
         Ketakutan/ansietas (uraikan tingkatan)

          Dapat dihubungkan dengan :
1.      Perubahan status kesehtan; kemungkinan prosedur bedah malignasi
2.      Mau/hilang martabat dengan pemajanan genital sebelum, selama dan sesudah tindakan; misalkan tentang kemampuan seksualitas

         Kemungkinan dibuktikan                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     oleh :
1.      Peningkatan tegangan ketakutan, kekuatiran
2.      Mengekspresikan masalah tentang adanya perubahan
3.      Ketakutan akan konsekuensi tak spesifik                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
1.      Tampak rileks
2.      Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi
3.      Menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa akut
4.      Melaporkan ansietas penurunan sampai tingkat dapat ditangani
3.      Selalu ada untuk pasien. Buat hubungan saling percaya dengan pasien/orang terdekat
       Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu. Membantu dalam diskusi tentang subjek sensitive
4.      Berikan infirmasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi, contok kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien
        Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan, dan mengurangi masalah karena ketigaktahuan, termasuk ketakutan akan kanker. Namun kelebihan informasi tidakmembantu dan dapat menyebabkan ansietas
5.      Perhatikan perilaku nyata dalam melakukan prosedur/menerima pasien. Lindungi privasi pasien.
        Menyatakan penberimaan dan menghilangkan rasa lalu pasien
6.      Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan
        Mandefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep, dan solusi pemecahan masalah
7.      Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya
        Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberi informasi
8.      Berikan infirmasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi, contok kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien
        Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang akan dilakukan, dan mengurangi masalah  karena ketidaktahuan, termasuk ketakutan akan kanker. Namun kelebihan informasi tidak membantu dan dapat menyebabkan ansietas
9.      Perhatikan perilaku nyata dalam melakukan prosedur/menerima pasien. Lindungi privasi pasien.
        Meyakinkan penerima dan menghilangkan rasa lalu pasien
10.  Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan
        Mandefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep, dan solusi pemecahan masalah
11.  Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya
         Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberi informasi
           5
         Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar ) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

           Dapat dihubungkan dengan :
1.      Kurang terpajan/mengungat salah satu intervensi informasi
2.      Tidak mengenal sumber informasi
3.      Masalah tentang area sensitif

          Kemungkinan dibuktikan dengan :
1.      Pertanyaan meminta informasi
2.      Menyatakan masalah/indikator non-verbal
3.      Tidak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah
1.      Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis
2.      Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala proses penyakit
3.      Melakukan perubahan pola hidup
4.      Berpartisipasi dalam program pengobatan
4.      Kaji ulang proses penyakit, pangalaman pasien
        Memberi dasar pengetahuan kepada pasien dapat membuat pilihan informasi terapi
5.  Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian
    Membantu pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitas vital
6.      Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual
         Mungkin merupakan ketakutan tak dibicarakan
7.      Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, alkohol, mengemudikan mobil lama, pemasukan cairan cepat (terutama alkohol)
        Dapat menyebabkan iritasi prostat dengan maslah kongesti. Peningkatan tiba-tiba pada aliran urine dapat menyebabkan destresi kandung kemih dan kehilangan tonus kandung kemih, mengakibatkan episode retensi urinaria akut
8.      Berikan masalah seksual, contoh bahwa selama episode akut prostatitis, koitus dihindaritetapi memungkinkan membantu dalam pengobatan kondisi kronis
        Aktivitas seksual dapat meningkatkan nyeri selama episode akut terapi dapat memberikan sesuatu massase pada adanya penyakit kronis
9.      Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual. Dorong pertanyaan dan tingkatkan dialog tentang masalah
        Intervensi cepat dapat mencgah komplikasi lebih serius
10.  Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh urine keruh, berbau, penurunan haluan urine, ketidakmampuan untuk berkemih;  adanya demam/menggigil
        Menurunkan resiko terapi tak cepat, contoh penggunaan dekongestan, antikolinergik, dan anti depresan meningkatkan retensi urine dapat mencetuskan episode akut
11.  Beri penguatan pentingnya evaluasi medik untuk sedikitnya 6 bulan- 1 tahun, termasuk pemeriksaan rektal, urinalisa
        Hipertropi berulang dan/atau infeksi (disebabkan oleh organisme yang sama atau berbeda) tidak umum mencegah komplikasi serius
2.3              Jurnal Penelitian
Retnsi urine adalah suatu keadaan emegercy medis yang menuntut tindakan yang tepat. Apabila retensi urine tidak ditangani sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan terjadinya penyulit yang memperberat mobilitas penderita yang bersangkutan, salah satu trindakana yang dapat dilakukan dalam mengatasi retensi urine adalah dengan menggunakan metode bladder trainning. Tujuan dari penelitian ini adlah unbtu7ng mengetahui pengaruh bladder trainning terhadap kemampuan berkemih pada pasien pria yang mengalami retensi urine. Desain penelitia ini menggunakan Non equivalent contoh group dengan pretest-postest. Papolasi penelitian ini adlah seluruh pasie pria menggunakan kateter. Instrumen menggunakan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bagwa terdapat perbedaan nilai rata-rata sebelun dan setelah diberikan tindakan dimana pada pra nilai macam 3,35 menjadi meningkat denga post yaitu macam dengan = 5,00. Uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test menunjukkan nilai p=0,001 atau lebih kecil dari α = 0,05, sehingga HA (hipostesi Alternatif) diterima atau ada pengaruh Bladder Trainning terhadap kemampuan berkemih pada pasien retendi urine di RSUD Bitung. Kesimpulannya Bladder Trainning dapat meningkatkan kemampuan berkemih pada pasien retensi urine yang terpasang kateter. Saran bagi perawat agar dapat meningkatkan pemahaman pasien tentang pentingnya latihan Bladder Trainning bagi peningkatan kemampuan berkemih pasien.
Adapula penelitian tentang efikasitamsulosin untuk mengevaluasi efektivitas tamsulosin pada pasien BPH dengan retensi urine akut diadili tanpa kateter (TWOC). Penelitian ini adala post test hanya-plasebo desain kelompok membandikan sisa urine pada psien BPH dengan retensi urine akut TWOC secara berkelompok diberikan tamsulosin dan plasebo. Khasiat kedua kelompok dengan tamsulosin dan plasebo pada hari ke 3 dan 14 dianalisis menggunakan uji Chi Square saat khasiat administrasi tamsulosin dan plasebo pada hari ke-3 dan ke-14dianalisis menggunakan uju Mc Nemar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih ada retensi urine pada 7 pasien (58,3%) dan 4 pasien (44,4%). Pemulihan bersama pada waktu 3 hari dan tamsulosin administrasi, sementara 5 pasien (55,6) yang menunjukkan pemulihan pada kelompok plasebo. Perbedaannya tidak signifikandengan p = 0,670. Pasien yang putus TWOC pasa hari ke 3 dan diberi tamsulosin sampai hari ke 14 menunjukkan retensi urine di 4 pasien (44,4%) dan pemulihan di 3 pasien (100%) sementara semua sampel yang diberi plasebo menunjukkan retensi urine 5 pasien (55,5%), perbedaannya tidak signifikan dengan p=0,025. Menindaklanjuti selama 3 hari di kelompok. Tamsulosin yang memiliki retensi urine dalam penelitian ini, 3 pasien menjadi bebas untuk retensi urine dan 4 pasien lainnya masih memiliki retensi urine. Namun, dalam penel;itian ini, tidak ada perbedaak khasiat dengan p=1,025. Dalam kelompok plasebo dengan retensi urine selama 3 hari administrasi masih menunjukka retensi uri8ne setelah hari ke 14. Kesimpulan yang dapat diambil tidak ada perbedaab statistik pada keberhasilan dari TWOC, antara kelompok diberikan dengan 0.2mg tamsulosin dan plasebo kelompok, baik di ke 3-hari maupun pada hari ke 143. Ada penguranga recatheterization karena kegagalan TWOC dengan pasien yang diberi tamsulosin selama 14 hari.